Saat kita dihadapkan pada sepiring makanan, dalam do'a tersebut, nabi mengajarkan dan mengajak kita untuk memohon agar makanan yang kita terima itu penuh dengan keberkahan, alias ditambahkan lagi kebaikan di dalamnya.Â
Memancing kita untuk memikirkan:Â
Apakah makanan yang saya makan ini baik untuk kesehatan saya? sehingga saya pantas untuk memohon tambahan kebaikan? apakah saya makan untuk hanya sekedar memenuhi keinginan yang keinginan itu sendiri tidak akan pernah puas jika selalu dituruti atau sebagai pemenuhan kebutuhan? padahal saya berdo'a kepada Allah untuk memberkahi rezeki berupa makanan untuk saya, rezeki yang saya pergunakan untuk memenuhi kebutuhan saya termasuk makan.
Bagaimana bisa kita terlalu percaya diri untuk selalu memohon keberkahan di setiap makanan padahal untuk makan sambil sadar pun akhir-akhir ini terasa begitu sulit untuk dilakukan? Ah, terlalu jauh, bahkan untuk sekedar sadar dalam berdo'a sebelum makan saja bisa sangat sulit.
Do'a makan bukan lagi perilaku sadar melainkan hanyalah ucapan formalitas jika tidak bisa disebut sebagai 'latah'. Itupun jika tidak lupa (karena saya terkadang masih melupakannya juga). Apalagi proses makan itu sendiri, tahu-tahu piring sudah habis tanpa sadar sudah nambah dua centong nasi. Tidak sadar apa yang tadi masuk ke perutnya.
Ponsel bisa dikatakan sudah seperti sambal bagi banyak orang, seperti ada yang kurang jika tidak ada. Makan sambil menonton vidio, atau scrolling menjadi kegiatan yang tidak asing lagi. Semakin menjauhkan kita dari mindful eating atau makan dengan penuh perhatian.
Dengan adanya do'a sebelum makan, dengan meminta keberkahan di dalamnya adalah sebuah intro yang cerdas bahwa dalam proses makan, seharusnya kesadaran hadir penuh agar do'a kita dikabulkan. Agar Allah memberkahi rezeki kita.
''.... dan jauhkanlah kami dari siksa Neraka, Bismillah.''
Di sini, lebih indah lagi. Bagaimana bisa, dalam proses makan, diselipkan pula do'a agar kita memohon dijauhkan dari siksa api neraka?
Membuat kita lebih jauh lagi melangkah:
Apakah makanan ini halal secara materi? sehingga yang masuk dalam tubuh saya tidak menjadikan saya sebagai bahan api neraka. Apakah cara mendapatkan makanan ini juga dengan proses yang halal? sehingga tidak menjerumuskan saya masuk neraka. Dipergunakan untuk apakah energi yang saya dapatkan dari makanan ini? sehingga dari tubuh yang bisa berdiri karena mendapatkan energi dari apa yang saya makan ini dapat saya pergunakan untuk menjauhkan saya dari neraka.