Nontonnya hanya kebetulan. Di xxi Sulaiman Plaza alias Sleman. Dari perjalanan Magelang silaturahim ke saudara, mampir ke situ. Maunya nonton John Wick 3 (lagi), namun tidak ada. Hanya film lokal semua.
Padahal yang guweh sukaq tuh di John Wick adalah dialog berbahasa Indonesia dari Yayan Ruhiyan dan Cecep yang duel namun tidak dibunuh oleh John Wick, sangking baiknya Yayan dalam film tersebut.
Daripada nonton Single Raditya Dika yang cenderung agak aneh dan norak karena cuma perbincangan fantasi dan khayalan seks aneh ABG yang sedang ngebet pacaran gombal amoh, mending nonton Si Doel yang lumayan punya corak budaya asli; Betawi.
Kisah si Doel dah lama juga gak ngikuti. Doeloe rajin nonton ya di RCTI pas bersambung gak putus-putus itu. Ada 5 catatan saya tentang si Doel ini;
(1) Wajah masih muram
Wajah Doel Rano Karno memang dari dulu aktingnya muram. Kayak sedih bingung mulu. Dan itu masih terbaca di movie ini. Untungnya, sesekali masih bisa tersenyum, dan dialog cerdas Cornelia Agatha lumayan menghibur.
Namun lagi-lagi, saya juga terganggu oleh wajah polos muram lagi si Moedy Kusnaedi, yang uniknya, kelihatan pakai bulu mata palsu. Sehingga meski dikesankan sederhana, polos si Zaenab ini, ning kok make up canggih hehehe...agak aneh jugak ya..
Gurat-gurat tua para tokohnya juga kenapa ya gak bisa disembunyikan oleh make up artisnya...
(2) Banyak tokoh meninggal
Mandra lah yang menolong adanya dialog-dialog mengalir polos agak komedi criwis namun ya menyenangkan lah. Ketimbang dialog serius bikin pusing. Jadi inget, bahwa banyak tokoh di dalam Doel yang benar-benar dah wafat; Benyamin Syuaeb, Pak Tile, Basuki Srimulat, sampai siapa itu pengacara gundul yang dikisahkan mengejar-ngejar Sarah Cornelia Agatha, juga dah wafat.
Jadi, tinggal Mandra dan Atun yang bisa mememeriahkan dialognya. Munaroh dah sukses punya biro travel, namun kawin sama orang lain, Mandra makin kurus saja.