Lelaki itu selalu mengambil keputusan dengan menghitung kancing baju yang dipakainya.
Selama ini cara itu mampu menuntunnya pada setiap keptusan yang tepat dalam hidupnya.
Hari ini si lelaki hendak memutuskan apakah ia akan memaafkan kekasihnya dan kembali kepadanya ataukah tidak.
Ia sudah siap di beranda rumahnya dengan secangkir kopi dan mengenakan kemeja favoritnya.
Lalu ia mulai menghitung kancing bajunya mulai dari kata tidak dan kemudian ya. Kancing bajunya biasanya genap sehingga dengan mulai dari kata tidak nantinya pasti akan berakhir di ya Dan ia bisa memaafkan serta kembali pada kekasihnya.
 Ia menganggap kali ini ritual menghitung kancing baju itu hanya formalitas untuk memantapkan hati sebab ia sudah yakin akan keputusannya.
Tapi tiba-tiba disadarinya kancing baju terakhir ternyata lepas dan hilang. Lalu apakah ini berarti keputusan tidak yang akan diambilnya? Dan apakah itu merupakan pertanda dari Yang di Atas bahwa itu keputusan yang tepat?
Di tengah kegalauannya, sang lelaki terusik suara nuraninya yang berseru: duhai lelaki mengapa tak kau gunakan akal budi pemberian Tuhanmu? Malah kau gunakan berhala kancing baju yang membuat keputusanmu keliru?
Sadarlah sang lelaki akan langkahnya yang keliru dan lucu.