Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merajut Masa Depan Bocah Merapi

3 Juli 2012   09:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1341307884744937259

Mereka menggambar lingkaran-lingkaran di tanah dan kemudian mengumpulkan aneka kerikil dari sungai. Menurut Ibu Giyanto yang biasa mendampingi tunas-tunas muda tersebut, orang tua mereka tak mampu membelikan mainan ala wong kota seperti Play Station (PS), pedang-pedangan yang bisa menyala, ataupun televisi berwarna. Kenapa? Karena 99,9 persen berprofesi sebagai petani (miskin). Keunggulan dolanan anak ini ialah memfasilitasi interaksi intra dan antar-anak. Sejak dini mereka dibudayakan bersikap lepas-bebas dan apresiatif terhadap rekan sepermainan dan lingkungan sekitar.

Marketing Guyup

Buku ini juga memuat artikel ihwal perjumpaan 2 tokoh. Yakni, mengulas interaksi Hermawan Kertajaya (HK) dan Romo Kirdjito (RK). Pada 18 November 2009, keduanya sempat merayakan pesta ulang tahun di keheningan alam Merapi. Kebetulan HUT mereka sama. Kenapa kedua pria tersebut begitu spesial? Karena mereka menyadari ketidakhebatannya. Sehingga masing-masing tetap mau belajar satu sama lain.

Selama misa Alam, HK—yang dikenal sebagai pakar pemasaran (marketing)—mengaku merasa kecil dan tiada arti. “Saya betul-betul merasa kecil dan tidak ada artinya ketika berada di alam. Saya sungguh merasakan alam tidak membedakan kita. Yang kaya, yang miskin, yang pinter, yang bodoh, dan lain-lain semua sama di hadapan Alam dan Tuhan.” (halaman 159).

Pada satu sesi sebelum misa berlangsung, ia diminta mengambil 10 tumbuhan berbeda. HK memang berhasil membawa genap 10 tanaman. Tapi tidak ada satu pun tumbuhan yang dikenalinya. Walau sekadar rumput ilalang atau putri malu sekalipun. “Saya mampu mengumpulkan 10 tanaman, tapi saya tak tahu namanya hehe. Betul-betul nol pengetahuan saya soal tumbuhan,” ungkapnya di hadapan seluruh peserta misa Alam.

Frietqi Suryaman menyumbangkan sebuah artikel apik. Yakni, ketika Hermawan Kertajaya hendak memberi kenang-kenangan, berupa piano kepada masyarakat desa Dukun. Namun RK tidak mau, ia justru menginginkan disumbang seperangkat alat gamelan untuk masyarakat setempat. Kenapa? karena kalau piano hanya dimainkan oleh satu orang, sedangkan gamelan mau tak mau harus dimainkan secara kolektif. Inilah praktik guyup rukun yang sejati.

Menurut HK, sosok Romo Kir dapat dilihat dari sudut pandang marketing. Pertama, dia punya komunitas loyal, yakni masyarakat Merapi. Kedua, ia pastor yang tak dilambangkan sebagai sebuah salib saja, tapi sebagai manusia berbudaya. Sehingga bisa merangkul semua pihak. Bahkan yang saling bersengketa sekalipun.

Kemudian, secara blak-blakan, HK juga mengungkap akar masalah krisis global dewasa ini. Yakni, pemasaran yang melulu berorientasi pada laba. Seseorang sebenarnya belum mampu membeli suatu produk. Kendati demikian, perbankan dan pengusaha menggunakan paham marketing "asal untung". Akhirnya, konsumen terbuai membeli produk tersebut.

Tapi karena tak mampu membayar cicilan kredit, barang itu terpaksa ditarik kembali. Ketika tak ada yang mampu membeli, terjadilah penumpukan aset dan kolaps seperti sekarang. Dalam konteks ini, HK melihat marketing religius, humanis, dan ramah lingkungan sebagai solusi. Produk harus dekat dengan alam dan menjunjung nilai-nilai ketuhanan. Sejatinya, Romo Kir dan komunitas budaya di lereng Merapi telah menerapkan filosofi tersebut.

Lewat buku ini, Romo Kir juga mengungkap rahasia sukses gerakan budaya di komunitasnya. Gunung Merapi selalu menggelontorkan energi dahsyat. Sehingga ia mampu bertahan di tempat "panas" tersebut. Ia mengaku bukan orang pintar dan tak punya gelar akademisi tertentu. Sumber kreatifitasnya semata dari Merapi. Air, bebatuan, tanah, pasir, tanaman, pepohonan, hutan, semuanya memancarkan kekuatan magis. Yang tak kalah hebat ialah tradisi, kesenian, dan kebudayaan masyarakat di pelosok kaki gunung Merapi.

Sedikit informasi ihwal Gubug Selo. “Gubug” tersebut berupa ruangan besar dan terbuka. Uniknya, selain dipakai untuk perayaan Ekaristi, dimanfaatkan pula untuk kegiatan yang berkaitan dengan seni dan budaya. Menurur Lik Kir, bangunan ini melambangkan keinginan untuk terus belajar. Jadi, merangkul semua, menghargai semua. Peraih Maarif Award 2010 ini melihat budaya Indonesia memang majemuk. Sehingga spiritualitas komplementer lebih relevan. Kecenderungan resisten, defensif, apalagi agresif perlu ditinggalkan. Praksis agama nan ramah terhadap pluralitas kebudayaan niscaya menciptakan iklim yang lebih sehat bagi kehidupan bersama (halaman 216).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun