Mohon tunggu...
Nuya
Nuya Mohon Tunggu... Lainnya - nu'aim khayyad

Madridista dan penghafal ayat kursi..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidur

28 Juli 2020   11:34 Diperbarui: 28 Juli 2020   11:42 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Sanindo

Dan inilah tidur itu. Entah sudah kali yang keberapa dia tertidur. Pada setiap momen kegiatan, tak ada yang terlewati tanpa aktivitas itu. Selalu saja, bahkan untuk mengatakan "hari ini dia pasti tidak tertidur" -- susahnya.

Semua mafhum denganya, dengan hobinya itu. Seolah terjadi konsensus bahwa dalam moment apapun -- pasti tertidur. Lagipula tak mempan teguran, dari level guru hingga kyai. Sebab aktivitas 'syaithan' itu kembali terulang, terulang dan terulang.

Pernah kusaksikan saat pengajian digelar. Lah dhalaah.. dia lagi. Iya dia, tetangga kamarku. Populer dipanggil Masteng, singkatnya Teng. Duduklah ia paling depan. Dan benar saja, belum genap setengah umur pengajian -- ia tertidur.  

Namun edannya makhluk ini, meski tertidur, pulpen dalam genggaman jarinya masih tetap tegak, seolah tetap terkendali meski guratan-guratan di atas lembaran kertas tanpa bentuk.

Dalam benakku, seandainya aku yang ditakdirkan jadi kyai, satu kalimat untuknya  "tiada ampun bagimu" alias sudah ku idek-idek. Beruntung sang kyai toleran dengan peristiwa itu sembari memanjatkan doa mudah-mudahan masteng menjadi manusia yang berguna.

Kembali kami dibuat gregetan dengan hobi gilanya itu. Betapa tidak, Lha wong ngantri mandi saja masih sempat-sempatnya merem gimana gak gregetan. hehe..

Dia tetangga kamarku, satu komplek. Teman sekamarnya pun mafhum pula dengan kelakuannya. Cuma aku sempat tangkap satu momen saat tahlilan rutin malam jumat dan diakhiri dengan doa bersama di kamarnya, benakku berkata bahwa doa setelah tahlilan yang mereka lantunkan itu telah di-planning sedemikian rupa.

Mereka memohon kepada Tuhan agar diberikan 'tempat yang pantas' untuk Masteng. Memohon agar Tuhan menampakkan sesuatu yang baik-baik saja darinya dan tidak menampakkan hal yang buruk, yang sekiranya orang menganggapnya aib.

Tak pelak, doa' tersebut seketika diinterupsi Masteng, dia menyebut bahwa substansi doa tadi merupakan penghakiman terhadap dirinya. Bahwa seolah-olah dialah kubangan dosa itu. Tidak pantas sesama makhluk saling menghakimi apalagi dalam urusan dosa dan pahala.

Ada satu prinsip yang selalu dipegang teguh Masteng dan ini didengarnya saat ia tidak khilaf (baca: saat dia tidak tertidur), "Jangan pernah mengganggu hamba Tuhan yang sedang tidur, karena tidur merupakan nikmat Tuhanmu, mengganggu mereka yang sedang tidur seperti engkau 'mengingkari' nikmat Tuhanmu."

Rupanya menjadi senjata ampuh bagi Masteng. Benar saja, petuah tadi ia kembangkan, dan kerap dia fatwakan ke teman-temannya bahwa tidur itu adalah pembeda antara pencipta dan yang dicipta karena dibalik tidurnya makhluk sebenarnya Tuhan ingin menegaskan kuasa ke-taktiduran-Nya.

Ini argumentasi Mustangin dan senjata untuk memusnahkan lawan bicaranya. "Tapi ente mungkin lupa teng, bahwa kehidupan kita ini merupakan konstruksi dari dua dimensi -- dua aspek yang saling kait kelindan yaitu individu dan sosial," ujar temannya bernada menantang.  

"Maksud ente, sosial itu?" tanya Masteng dengan nada mulai tinggi. 

"Aktivitasmu telah mengganggu perasaan orang, sesuatu yang berkenaan dengan kepentingan orang banyak, maka wilayahnya sosial. Jadi tidurmu itu adalah sosial." Temannya berargumen.

Seolah tidak mau kalah Masteng mengeluarkan jurusnya, "Tidurku ini adalah ibadah -- anugerah dan nikmat dari Tuhanku. Jadi, meskipun orang menganggapnya sosial kek, kapitalis kek, marxis kek, toh yang namanya ibadah adalah vertikal, hamba dan Tuhan yang tahu, yang ngatur kapan seorang hamba mengedip dan membuka mata."

Belum selesai rupanya, Masteng kembali meninggi, "Tidurku ini adalah ritual - kultural. Jangan, jangan engkau kaitkan dengan hal-hal 'struktural' meski yang kuraba dalam benakmu engkau ingin mempeta-konsepkan tidur 'kultural' dan struktural." Engkau undang jutaan media pun untuk mengekspos kegiatanku, aku tetap pada prinsipku itu. Titik."  Lanjut Masteng.

Masteng kemudian menutup debat. Debat, yang selalu saja berakhir tanpa pemenang. Debat, yang boleh saja berbicara di alam realita saat ini, bahwa Tarik menarik kepentingan individu dan sosial akan selalu ada.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun