Pagi itu, langit masih bergelantung dengan sisa-sisa mendung semalam. Awan kelabu seperti enggan pergi, namun di sela-selanya, ada secercah cahaya matahari yang berusaha menerobos, lembut, penuh kesabaran. Seperti itulah hidup: badai boleh datang, tetapi selalu ada sinar yang mencari jalan untuk menembus gelap.
Aku memandang wajahnya yang tertidur pulas. Ada ketenangan di sana, seperti laut yang kembali jernih setelah diterpa badai panjang. Hati ini bergetar. Entah sudah berapa kali badai mengguncang rumah tangga kami: badai masalah, badai kesulitan, badai air mata. Namun, selalu ada satu hal yang membuatku bertahan---pelukan hangat darinya.
"Walaupun ada badai datang, kita hadapi bersama," bisikku dalam hati, seolah berbicara kepada alam.
Pernah, di suatu masa, badai begitu dahsyat menghantam hidup kami. Seperti angin kencang yang merobohkan pohon, begitu pula ujian itu hampir merobohkan semangatku. Aku merasa dunia runtuh, harapan patah, dan langkah terhenti. Namun, ketika aku menunduk dalam keputusasaan, tiba-tiba ada tangan lembut yang meraih tanganku.
Itu dia---istriku. Ia tersenyum, meski matanya sembab karena ikut menangis bersamaku. Ia tidak lari, tidak pergi, justru memelukku lebih erat. Dalam pelukan itu, aku merasakan sesuatu yang lebih kuat dari sekadar cinta. Itu adalah doa yang hidup, cahaya yang menyalakan kembali pelita dalam dadaku.
Aku ingat kata-katanya, lirih, seperti bisikan angin senja:
"Sayang, badai ini hanya sementara. Tuhan tidak pernah mengirimkan badai tanpa menyimpan pelangi di baliknya."
Dan benar. Seiring waktu, badai mereda.
Sejak saat itu, aku memandangnya seperti pohon beringin tua di tengah lapangan luas. Kokoh, teduh, dan selalu siap menaungi siapapun yang singgah di bawahnya. Aku boleh goyah, tetapi ia tetap berdiri. Aku boleh hampir jatuh, tetapi ia menguatkanku.
Betapa aku bersyukur, Tuhan menitipkan dia untukku.
Setiap kali aku menatap matanya, aku melihat cermin kesetiaan. Kesetiaan yang tidak terucapkan dengan kata-kata, melainkan diwujudkan dengan tindakan sederhana: tetap berada di sampingku, apa pun yang terjadi. Saat aku jatuh, ia tidak bertanya kenapa. Ia hanya menggenggam tanganku dan berkata, "Aku di sini."