Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Lawan dari Depresi Bukan Bahagia, tapi Pulang

15 Juli 2025   21:56 Diperbarui: 16 Juli 2025   14:13 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Merasa Depresi. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Dalam satu bab, ia menulis tentang para pekerja yang terjebak dalam rutinitas tanpa tujuan. Seperti bajingan waktu yang terus menggerus hari tanpa jejak.

Saya teringat satu kalimat Chairil: hidup hanya menunda kekalahan. Tapi mungkin yang lebih menyakitkan adalah hidup yang menunda kebahagiaan.

Hari mencari solusi bukan di rumah sakit jiwa, tapi di komunitas petani, di kelompok perawatan taman kota, di ruang di mana orang mendengarkan tanpa menghakimi. 

Di sana, penyembuhan bukan dimulai dari obat, tapi dari pelukan. Dari satu tangan yang memegang tangan lain, dari satu kalimat yang mengatakan: "Kamu tidak sendiri."

Sumber :https://www.kieranperry.com/
Sumber :https://www.kieranperry.com/

Tentu, sains tak perlu disangkal. Ada orang yang memang membutuhkan bantuan medis. Tapi jika penyebab luka adalah sistem yang membuat manusia merasa seperti mesin---mengukur diri dari produktivitas, mencintai diri hanya jika berhasil---maka penyembuhan tak bisa datang dari resep dokter saja.

Di halaman-halaman itu, saya membaca satu pertanyaan yang lama saya simpan: apa yang membuat manusia merasa hidup?

Jawabannya bukan kekayaan. Bukan juga prestasi. Tapi rasa dimiliki dan memiliki. Bahwa ada yang menunggu kita pulang. Bahwa suara kita didengar, meskipun lirih. Bahwa kita tak sekadar ada, tapi berarti. Bahwa ketika kita hilang, seseorang akan mencari. Dan bukan karena kita berguna, tapi karena kita dicinta.

Dalam dunia yang semakin sibuk dan asing, kita hidup dalam apa yang disebut Hari sebagai "pengasingan massal." Kita punya seribu koneksi internet, tapi kehilangan koneksi manusia. 

Kita menyapa lewat emoji, tapi lupa menatap mata. Kita membagikan foto makanan, tapi makan dalam diam. Kita tertawa dalam story, tapi menangis dalam tidur.

Kita hidup di zaman di mana suara terdengar lebih nyaring di luar, tapi semakin sunyi di dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun