Selain menjadi entitas tunggal, gerakan tiny house yang ada saat ini, biasanya terwujud bersama hal-hal progresif lainnya, seperti:
- Kehidupan terpencil, dengan lokasi yang cukup jauh dari pusat keramaian dan hiruk-pikuk perkotaan. Membuat waktu serasa melambat, dengan suara burung dan gerimis yang lebih nyaring dari biasa.
- Berdiri secara independen (off grid), sehingga tidak terhubung dengan fasilitas umum, seperti PDAM dan PLN.
- Permakultur, untuk mendukung swasembada sayur, buah, tanaman obat, atau bumbu dapur, dengan membuat kebun yang dapat menghasilkan bahan makanan.
- DIY, do it yourself, alias membuat sendiri, baik rumah atau furnitur, untuk mendukung kustomisasi. Bisa juga berupa produk seni, seperti makrame, lukisan, atau dekorasi lain yang menunjukkan identitas dan selera pemiliknya.
- Ramah lingkungan, karena dapat meminimalisir emisi karbon dari pembangunan rumah. Selain itu, tiny house di area terpencil, biasanya juga memakai instalasi ramah lingkungan, seperti panel surya untuk menghasilkan listrik, toilet kompos, dan takakura.
Bagaimana desain interior tiny house?
Tiny house telah menjadi bagian dari persona pemiliknya. Karena itu, tiny house penuh dengan sentuhan personal, baik eksterior maupun interiornya. Jadi, tentu akan berbeda-beda.
Tapi, umumnya, desain tiny house memiliki beberapa kesamaan, yaitu:
- Hemat ruang, dengan menggunakan meja lipat, sofa kasur, lemari di bawah tangga, atau furnitur lain yang multifungsi.
- Memiliki banyak tempat penyimpanan, agar segala barang tetap rapi tersembunyi dan tidak tampak semrawut.
- Memiliki mezanin, sebagai ruang tambahan, yang umumnya berfungsi sebagai kamar tidur atau ruang baca.
- Jendela besar dan/atau banyak jendela, untuk menciptakan kesan ruang terbuka, sehingga terasa lebih lapang dan menyatu dengan alam sekitar.
- Bahan kayu, untuk menghadirkan nuansa rustic dan natural. Meski ada juga yang menggunakan kontainer sebagai eksterior, biasanya aksen kayu tetap jadi favorit untuk interiornya.
- Toilet kompos, yang tentu saja, akan sulit bagi orang-orang Indonesia yang terbiasa menggunakan air.
Apakah tiny house dapat diterapkan di Indonesia?
Bisa. Beberapa arsitek dan desainer milenial asal Indonesia pun ada yang kerap membuat rumah dengan konsep tiny house.
Tapi, mari kita berpikir lebih maknawi terhadap konsep ini.
Baik urusan toilet, mezanin, pengunaan kayu, atau furnitur kustom, hal-hal itu hanya perkara fisik semata, bukan?
Yang perlu kita selami, semangat tiny house tidak terletak pada sewujud rumah mungil itu. Lebih dari sekadar fisik, tiny house menggiring kita pada pola pikir esensial, pemaknaan terhadap harta, rasa terima kasih, dan gaya hidup minimalis yang menjadi atmosfernya.
Jadi, meski tidak berada di lereng pegunungan, tepian danau, atau pinggiran hutan, kita bisa mewujudkan nyawa tiny house di apartemen studio, rumah di gang sempit, hingga kontrakan petak.
Dengan kesadaran penuh terhadap apa-apa yang Tuhan berikan dan apa-apa yang esensial, kita akan merasakan, betapa mewahnya hidup bersahaja.