Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bermain Layangan Berbincang dengan Alam

13 Januari 2022   18:27 Diperbarui: 16 Januari 2022   12:00 2831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bermain Layangan (sumber: Shutterstock)

"Layang-layang terbang tinggi dengan menentang angin bukan mengikutinya." [Winston Churchill]

Riuhnya artikel bertajuk layangan putus menguak nostalgia bermain masa kecil. Bukan tentang tayangan serial. Kenangan masa kanak-kanak mengejar layangan. Bermain layangan bagian dari berbincang dengan alam.

Bermain Layangan Berbincang dengan Ibu Bumi

Bocah cilik berteriak sumringah mengulurkan temuan layangan putus. Tak dihiraukannya leleran keringat di wajah pun kusamnya kulit. Sehelai layangan putus layaknya harta berharga.

Dipungutnya dari lapangan atau tersangkut di batang jagung. Layangan putus, hadiah dari ibu bumi kiriman bapa angkasa. Atau kemurahan dari sesama yang sedang beradu layangan.

Bapak mengajari gendhuknya tentang layangan. Layangan putus diperiksa dengan seksama. Nah ini kerangkanya masih bagus, hanya kertasnya yang robek, nanti diperbaiki.

Mulai perbaikan ringan ditambal dengan bantuan lem upa (butir nasi). Hingga bedah ringan. Kerangka dasar dari rautan bambu. Sumbu melintang dan membujur dengan perbandingan tertentu. Pengenalan awal bentuk geometri dan titik keseimbangan.

Wujud layangan bukan hanya dari kertas. Dikenalkannya layangan dari daun. Bocah cilik ini bermain imajinasi, harus ringan dan bentuknya menyerupai layangan. Dibawanya sehelai jompong (daun jati kering) diikatnya dengan tali gedebog/pelepah pisang yang kering. Aha bukan layangan didapat.

Daun yang digunakan untuk layangan adalah daun gadung (Dioscorea hispida). Awal pengamatan bentuk daun trifoliate (satu tangkai daun memiliki 3 helai daun). Layaknya ibu dengan 2 anak kembarnya.

Daun gadung bahan layangan (dokpri)
Daun gadung bahan layangan (dokpri)

Penelusuran lanjut menunjukkan layangan daun gadung adalah layangan tertua. Layang-layang tradisional disebut kaghati dibuat dari daun gadung atau kolope, disatukan dengan sematan lidi. Inilah budaya luhur masyarakat Muna, Sulawesi Tenggara. Didukung oleh bukti arkeologi yang kuat.

Penggambaran layang-layang daun pada dinding goa di Sulawesi ditengarai tahun 9000an SM. Melampaui dokumen catatan layang-layang di Tiongkok 2500 tahun SM. Penanda layangan bersifat global.

Kini melihat gadung dari perspektif sumber pangan karbohidrat. Diperlukan keterampilan mengolahnya agar alkaloid dioskorina pada umbi, racun penyebab pusing-pusing hingga mabuk dapat dinetralkan.

Umbi gadung dan kerabatnya kaya glikoprotein dan polisakarida bersifat hidrokoloid. Mampu menekan kadar glukosa darah maupun kolesterol total. Kandungan zat yang membuat mabuk sering dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati.

Nah kembali kepada layangan. Bermain layang-layang saatnya berbincang dengan ibu bumi. Bumi dengan segala kemurahannya menopang kehidupan.

Bermain Layangan Berbincang dengan Bapa Angkasa

Layangan sudah siap, kini saatnya menerbangkannya. Bapak mengajak ke tanah lapang atau tepian sawah di musim kemarau. Saatnya sawah diberakan diistirahatkan sejenak.

Mari kita undang angin. Lirik tembang sederhana diajarkannya.

Cempe..cempe... Undangna barat gedhe... Tak upahi duduh tape... Yen kurang njupuka dhewe...  Cempe, panggilkan angin besar. Kuupah air tape. Kalau kurang ambil sendiri.

Lirik dengan guru lagu e. Tak sempat merunut alasan logis. Apa hubungan antara cempe (anak kambing) dengan angin. Loh memangnya cempe doyan air tape hehe...

Bagian ini yang sangat berkesan. Bocah cilik mendapat kepercayaan memegang helaian layangan. Methek layangan, kami menyebutnya. Dipegang dengan tegap tidak bering agar seimbang. Teman main akan mengulur benang dengan tegangan yang pas seraya menanti ketepatan angin.

Yuup saatnya dilepas, pemegang benang menyendalnya dengan tekanan tepat. Layangan perlahan mulai membubung, ekornya berlenggak-lenggok menggoda. Tidak selalu berhasil, kadang perlu diulang.

Bermain layangan berbincang dengan bapa angkasa. Menari bersama angin. Merasakan arah dan kecepatan angin. Ada kalanya mengikuti hingga melawan angin.

Saat menegangkan adalah kesempatan memegang gulungan benang dan menjaga layangan tetap mengangkasa. Hayuuk jangan kaku, rasakan arah lenggokan layangan dan angin. Bagian ini saya sering gagal.

Tengah asyiik bermain layangan tetiba, tes.... layangan putus. Aneka penyebab dari hempasan angin atau terkena sabetan benang gelasan dari teman lain. Hiks serasa mau menangis.

Berani bermain layangan, berani bermimpi. Berani menata laju terbang juga siap dengan putusnya layangan menjadi layangan kleyang. Responsif dengan perubahan tidak terduga.

Layangan, Industri Kreatif, dan Harmoni Alam

Bermain layangan bukan hanya permainan individual lokal. Kini merambah menjadi permainan komunal global. Aneka event festival dan kompetisi digelar menjadi bagian pariwisata.

Wujud layang-layang juga mengalami perubahan. Tidak melulu bidang datar berbentuk geometri belah ketupat. Kini aneka wujud 3 dimensi dan tampilan sesuai dengan karakter budaya lokal hingga wujud lakon animasi.

Festival layang-layang (sumber gambar: kompas.com)
Festival layang-layang (sumber gambar: kompas.com)

Hadir aneka galeri yang memajang karya seni layangan. Hingga museum layang-layang, dokumentasi karya budaya bangsa.

Tetap mengingat bahwa bermain layangan adalah berbincang dengan alam. Berbincang dengan bumi sumber kehidupan. Materi layangan tetap ramah lingkungan. Berbincang dengan angkasa aneka penggunaan.

Harmoni keselamatan bersama. Mengikuti rambu-rambu keamanan bumi dan angkasa. Mari ingat dan tiadakan insiden kecerobohan sabetan benang gelasan mengenai sasaran yang membahayakan. Mematuhi zona larangan bermain layangan

Wasana kata

Bermain layangan adalah kehidupan. Seni berbincang dengan alam yaitu ibu bumi dan bapa angkasa. Bahkan dengan sesama melalui kerjasama semisal saat methek dan nguluk (menerbangkan) layangan. Mengikuti harmoni alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun