Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Kearifan Rangkiang dan Pengelolaan Pangan

28 September 2020   07:29 Diperbarui: 28 September 2020   07:51 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkiang di Museum Adityawarman (dok pri)

Setiap kelompok masyarakat memiliki tatanan sendiri dalam mengatur ketersediaan pangan. Alam mengajarkan ada saat melimpah yang berpasangan dengan periode paceklik atau pangan terbatas. Mereka menata melalui pranata sosial hingga perakitan bangunan pendukung.

Masyarakat Jawa Tengah mengenal istilah lumbung. Komuntas Sunda menyebutnya leuit. Dari ranah Minang Sumatera Barat dikenal rangkiang. Daerah lain pasti memiliki sebutannya sendiri. Semuanya berbicara tentang pengelolaan pangan.

Menjumpai bangunan bentuk rangkiang awalnya di Museum Adityawarman, Padang. Kembali mengenali bangunan serupa di Istano Basa Pagaruyung, Batusangkar. Mendapati bangunan dengan fungsi sama namun arsitektura berbeda di Rumah Kelahiran Bung Hatta, Bukittinggi.

Rangkiang di Istano Basa Pagaruyung (dok pri)
Rangkiang di Istano Basa Pagaruyung (dok pri)
Menelisik sedikit lebih dalam, tersemat pesan rangkiang dalam pengelolaan pangan. Rangkiang bukan hanya sebatas fisik ruang penyimpanan hasil padi. Ada penataan di dalamnya, mencakup pesan syukur, keberlanjutan dan solidaritas sosial.

Kata dasar yang menjiwai rangkiang adalah Hyang. Dekat dengan Dewi Sri. Dewi kesuburan yang menjanjikan hasil panenan dari sawah yaitu padi.

Masyarakat memilah pola penggunaan hasil panen dalam hal ini padi menjadi beberapa hal baku. Mencakup (1) padi untuk benih, (2) bagian padi yang hanya akan dijual untuk keperluan darurat, (3) padi untuk keperluan sehari-hari, baik dikonsumsi maupun pertukaran jual beli dengan kebutuhan rutin, dan (4) padi untuk kepentingan kewajiban komunal.

Pesan syukur dan keberlanjutan

Sebagian panenan padi disimpan untuk benih penanaman berikutnya. Tentunya ini dipahami saat teknologi perbenihan padi belum merambah ke ranah hibrida. Padi yang disimpan pastinya dipilih dari malai yang paling baik untuk menjaga produktivitasnya.

Terdapat kesamaan pola dengan petani padi di daerah Jawa kala dulu. Petani memiliki tradisi 'nyulik' memeriksa adakah padi di lahan garapan telah memasuki masa panen. Panenan awal atau hasil sulung dengan kualitas prima diusung dengan ritual di simpan di sentong tengah.

Ya, sentong tengah merupakan bagian rumah model joglo yang disengker, dikhususkan. Biasanya untuk menyimpan barang berharga dan sarana pemujaan. Disengker yang kadang diplesetkan menjadi wingit.

Penyimpanan benih secara khusus mencakup ekspresi rasa syukur atas anugerah panen. Wujud pemeliharaan Yang Maha Kuasa kepada umat yang berusaha. Simbolisasi syukur dan permohonan berkat, kiranya benih yang dikhususkan ini juga menjadi sarana keberhasilan pada penanaman berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun