Mohon tunggu...
Novi Trihadi
Novi Trihadi Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Ketik

Mahasiswa Program Studi Sistem Informasi, Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

4 Agustus 2021   07:04 Diperbarui: 4 Agustus 2021   07:26 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandangan dari Drijarkoro (1957), Muh. Yamin (1962), Roeslan Abdoelgani (1962), Soediman Kartohadiprodjo (1969), dan Notonagoro (1976), menyatakan bahwa Pancasila memenuhi syarat dikatakan sebagai sebuah Filsafat, tepatnya Filsafat Negara, karena Pancasila merupakan hasil sebuah pemikiran secara mendalam, sistematis dan komprehensif tentang dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sunoto, 1985).

Sebagai sebuah dasar negara, maka Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah sekedar sekumpulan ajaran moral. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat. Artinya, Pancasila merupakan sebuah rumusan ideal bagaimana bangun keindonesiaan yang dicita-citakan bangsa.

Pancasila merupakan sebuah identitas bagi bangsa, dan sekaligus landasan dalam menuju modernitasnya. Identitas Indonesia bukan sekedar dipertahankan tetapi selalu harus digali. Identitas harus mampu memadukan dua unsur yang kontradiktif: tradisional dan modern. 

Dalam modernitas harus dijelaskan sejauh mana unsur modern yang dapat dipribumikan dan sejauh mana unsur tradisional yang dapat dimodernkan. Identitas harus mampu mengintegrasikan berbagai warisan tradisional sekaligus mampu mendorong ke arah kemajuan dan modernisasi (Darmaputera, 1997)

  • Pembuktian Kebenaran Sila -- Sila Pancasila sebagai Filsafat Bangsa
  • Pancasila ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri;

  • Kausa Formalis, maksudnya   sebab   yang   berhubungan   dengan   bentuknya, Pancasila   yang   ada   dalam   pembukaan   UUD   '45   memenuhi   syarat   formal (kebenaran formal)

  • Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta

  • Kausa Finalis.  maksudnya berhubungan  dengan  tujuannya,  yaitu  tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:

  • Tuhan, yaitu sebagai kausa prima

  • Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;

  • Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;

  • Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong;

  • Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

  • Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara, yaitu sebagai bagian persekutuan hidup yang mendudukkan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama).  Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha 

  • Esa, pada hakikatnya bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup, manusia harus   membentuk   suatu   ikatan   sebagai   suatu   bangsa (hakikat   sila   ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. 

  • Konsekuensinya, hidup kenegaraan itu haruslah didasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka itu, negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). 

  • Untuk mewujudkan tujuan Negara sebagai tujuan bersama, dalam hidup kenegaraan harus diwujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warga. Dengan demikian, untuk mewujudkan tujuan, seluruh warga negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (hakikat sila kelima).

  • Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila ifu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu:

  • Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;
  • Sila kedua  didasari  sila  pertama  serta  mendasari  dan  menjiwai  sila  ketiga, keempat. dan kelima;
  • Sila ketiga didasari dan dijiwai  sila  pertama  dan  kedua,  serta  mendasari  dan menjiwai sila keempat dan kelima
  • Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
  • Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Demikianlah. susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. 

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-nilai abstrak. hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang berwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif dan objektif. 

Pengamalan secara objektif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan  hukum yang secara  hierarkis  berupa pasal-pasal UUD,  Ketetapan  MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. 

Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individual, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari- hari.

Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan, dan berperi Keadilan Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun