Mohon tunggu...
Novi Setya Ningrum
Novi Setya Ningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia seperti pada umumnya

Bukan Power Rangers

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Performative Workaholism", Gaya Hidup Suka Pamer Kesibukan

27 Desember 2021   06:00 Diperbarui: 17 Januari 2022   10:12 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mendengar kalimat ini "kerja, kerja, kerja ujung-ujungnya tipes" atau "kerja sewajarnya, kalau sakit atau sampai meninggal keluarga yang sedih, kantor tinggal cari karyawan lagi".

Kalimat-kalimat tersebut sering dijadikan meme di media sosial. Dan ada kaitannya dengan istilah hustle culture yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini oleh generasi muda dan Z. 

Meskipun sebenarnya fenomena ini pertama kali muncul tahun 1971. Hustle culture sendiri adalah gaya hidup seseorang harus berkerja terus menerus demi mencapai kesuksesan, dan meluangkan sedikit waktu untuk istirahat. Fenomena ini juga disebut gila kerja/workaholic dikalangan masyarakat.

Gila kerja/workaholic sebagai bagian dari gaya hidup ini booming diberbagai negara dan lapisan masyarakat. Contohnya di Negara Jepang, 67% karyawan memilih untuk bekerja meskipun dihari libur sedangkan hanya 33% karyawan yang memafaatkan cutinya. 

Di China dikenal istilah 996 yakni bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam, selama 6 hari berturut-turut. Ada satu hari libur dalam seminggu, dan tidak menutup kemungkinan notifikasi kerjaan muncul pada saat itu. 

Sedangkan di Indonesia, istilah workaholic ini menjadi booming karena pola pikir yang berkembang bahwa kerja keras tanpa henti adalah syarat kesuksesan. 

Bahkan ada pepatah mengatakan "hasil tidak akan mengkhianati proses", kemudian keinginan kuat finansial sedini mungkin atau karena sifat ambisius. Sehingga banyak orang terjebak workaholic dan akhirnya fenomena tersebut dianggap sebagai hal yang biasa saja.

Semakin lama fenomena workaholic menjadi sesuatu yang wajar atau dinormalisasi oleh masyarakat. Terbukti dengan tuntutan perusahaan dan deadline yang menumpuk serta jam kerja yang berlebihan, kini dirasa bukan suatu masalah. 

Banyak orang merasa bangga dengan kesibukan yang dilakukan baik dalam pekerjaan maupun aspek lainnya. Bahkan, merasa bangga ketika ada yang mengatakan "wah, sekarang super sibuk ya, aku lihat di media sosialmu". 

Pertanyaan tersebut sering diberikan seiring masyarakat yang suka memposting aktivitas mereka. Atau dapat dikatakan masyarakat kini memiliki kebiasaan mempublikasikan kesibukannya dimedia sosial. Dengan tujuan, memberitahukan pencapaiannya atau sekedar tidak ingin dianggap sebagai seseorang yang malas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun