Meski sedih akan ditinggal oleh bulan Ramadhan, namun waktu tetap terus berjalan, dan sampai pada hari menjelang Idul Fitri. Hari raya kemenangan karena sudah menyelesaikan puasa selama sebulan. Menjelang Idul Fitri, orang-orang ramai mempersiapkan hari raya ini. Ada yang membersihkan rumah, mengecat ulang, membeli barang-barang, makanan, baju baru, Â bahkan ada yang membeli kursi baru untuk menyambut tamu di hari yang bahagia.
Di Hari Raya, semua harus berbahagia, tidak boleh bersedih. Harus disiapkan sebaik-baiknya, seolah-olah menyambut pasukan yang datang dari medan perang, begitu kata ibu. Wah seru sekali! Ketika aku tanyakan pada ayah apakah betul demikian, ayah membenarkan itu gambaran semangatnya dalam menyambut Idul Fitri.Â
Bila tidak diumpamakan seperti itu, bagaimana ukuran semangatnya, sukar untuk dimengerti, kata ayah. Yang kedua, memang Nabi Allah pernah mengatakan bahwa perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu. Berpuasa juga melawan hawa nafsu, berarti yang berpuasa sebulan penuh adalah pasukan yang memenangkan perang besar. Betul kata ibumu, tambah ayah. Ibu tersenyum, aku bangga ayah dan ibuku pandai menerangkankan sesuatu yang aku tanyakan.
Aku ingat, aku harus mencuci mukenaku sampai bersih dan harum, hingga nanti di lapangan salat Idul Fitri dengan mukena yang putih bersih dan wangi. Kakak-kakakku mengecat tembok dan membersihkan lantai. Seprei, taplak, gorden, semua diganti oleh ayah. Ibu memasak kue dan lontong opor. Kakakku yang perempuan merangkai bunga segar, dan menyiapkan toples, cangkir, piring, dan alat-alat makan untuk Hari Raya.
Sesudah semuanya selesai, ayah mengantar zakat fitrah ke masjid dibantu oleh kakakku yang laki-laki. Ibu juga mulai menata, hantaran lontong opor untuk tetangga. Masih menunggu satu kali berbuka puasa, kami berkumpul di ruang tamu, bukan di meja makan, agar bisa lebih sabar menunggu waktu buka. Ayah mulai membuka pembicaraan tentang tata cara besok kalau berhari raya Idul Fitri, yaitu disunahkan untuk makan dulu sedikit karena sudah tidak puasa lagi, memakai wangi-wangi an atau parfum, kemudian berjalan ke lapangan. Jalan berangkat dan pulang harus berbeda agar bertemu banyak orang dan saling mengucapkan salam.
Dari cerita masa kecil itu, aku teruskan pada keluarga kecilku sekarang, ketika menyambut hari raya Idul Fitri bagai menyambut pasukan yang kembali dari medan perang. Harus bergembira.Â
Hari Lebaran
Setelah berpuasa satu bulan lamanya
Berzakat fitrah menurut perintah agama
Mari kita ber-idul fitri berbahagia
Mari berlebaran bersuka gembira