Mohon tunggu...
Novi Saptina
Novi Saptina Mohon Tunggu... Guru - Guru berprestasi di bidang bahasa dan menaruh perhatian pada kajian sosial dan budaya

Penulis adalah guru. Dalam bidang seni, dia juga menulis skenario drama musikal dan anggota paduan suara. Penulis juga sebagai pengurus lingkungan sekolah. Pada jurnalistik, penulis adalah alumni Akademi Pers dan Wartawan dan turut berpartisipasi sebagai kolumnis koran hingga saat ini

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Hari Menjelang Idul Fitri

13 Juni 2018   20:22 Diperbarui: 13 Juni 2018   20:37 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski sedih akan ditinggal oleh bulan Ramadhan, namun waktu tetap terus berjalan, dan sampai pada hari menjelang Idul Fitri. Hari raya kemenangan karena sudah menyelesaikan puasa selama sebulan. Menjelang Idul Fitri, orang-orang ramai mempersiapkan hari raya ini. Ada yang membersihkan rumah, mengecat ulang, membeli barang-barang, makanan, baju baru,  bahkan ada yang membeli kursi baru untuk menyambut tamu di hari yang bahagia.

Di Hari Raya, semua harus berbahagia, tidak boleh bersedih. Harus disiapkan sebaik-baiknya, seolah-olah menyambut pasukan yang datang dari medan perang, begitu kata ibu. Wah seru sekali! Ketika aku tanyakan pada ayah apakah betul demikian, ayah membenarkan itu gambaran semangatnya dalam menyambut Idul Fitri. 

Bila tidak diumpamakan seperti itu, bagaimana ukuran semangatnya, sukar untuk dimengerti, kata ayah. Yang kedua, memang Nabi Allah pernah mengatakan bahwa perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu. Berpuasa juga melawan hawa nafsu, berarti yang berpuasa sebulan penuh adalah pasukan yang memenangkan perang besar. Betul kata ibumu, tambah ayah. Ibu tersenyum, aku bangga ayah dan ibuku pandai menerangkankan sesuatu yang aku tanyakan.

Aku ingat, aku harus mencuci mukenaku sampai bersih dan harum, hingga nanti di lapangan salat Idul Fitri dengan mukena yang putih bersih dan wangi. Kakak-kakakku mengecat tembok dan membersihkan lantai. Seprei, taplak, gorden, semua diganti oleh ayah. Ibu memasak kue dan lontong opor. Kakakku yang perempuan merangkai bunga segar, dan menyiapkan toples, cangkir, piring, dan alat-alat makan untuk Hari Raya.

Sesudah semuanya selesai, ayah mengantar zakat fitrah ke masjid dibantu oleh kakakku yang laki-laki. Ibu juga mulai menata, hantaran lontong opor untuk tetangga. Masih menunggu satu kali berbuka puasa, kami berkumpul di ruang tamu, bukan di meja makan, agar bisa lebih sabar menunggu waktu buka. Ayah mulai membuka pembicaraan tentang tata cara besok kalau berhari raya Idul Fitri, yaitu disunahkan untuk makan dulu sedikit karena sudah tidak puasa lagi, memakai wangi-wangi an atau parfum, kemudian berjalan ke lapangan. Jalan berangkat dan pulang harus berbeda agar bertemu banyak orang dan saling mengucapkan salam.

Dari cerita masa kecil itu, aku teruskan pada keluarga kecilku sekarang, ketika menyambut hari raya Idul Fitri bagai menyambut pasukan yang kembali dari medan perang. Harus bergembira. 

Hari Lebaran

Setelah berpuasa satu bulan lamanya

Berzakat fitrah menurut perintah agama

Mari kita ber-idul fitri berbahagia

Mari berlebaran bersuka gembira

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun