Mohon tunggu...
Novi Nurul Khotimah
Novi Nurul Khotimah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah dengan hati

GURU MULIA ADALAH GURU YANG BERKARYA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Salatmu Membuatku Jatuh Cinta

29 Mei 2020   10:46 Diperbarui: 29 Mei 2020   10:39 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu, hari kedua hari raya idul fitri. Matahari mulai nampak sepenggalan. Bias cahayanya tersangkut dedaunan rindang pada pepohonan di pelataran rumah. Desiran angin sepoi-sepoi meniup daun-daun dan ranting kering hingga terjatuh di halaman rumah yang luas itu. Rasa hangat mulai menghampiri suasana pagi yang berselimut dingin. Suasana sejuk, asri sebuah desa di tataran Sunda.

Nilam seorang gadis desa itu sedang sibuk menyapu daun-daun kering di halaman rumahnya yang cukup luas. Halaman dari dua rumah menjadi satu dengan dikelilingi pagar besi. Rumah kedua orang tuanya dan rumah neneknya dalam satu halaman. Nenek yang sehari-harinya tinggal seorang diri di rumah yang cukup besar itu setelah beberapa tahun lalu kakeknya meninggal.

Tiba-tiba Nilam menghentikan pekerjaannya ketika mendengar suara deru dari sebuah mobil di jalan raya yang nampak hanya beberapa meter saja dari halaman rumahnya. Sapu lidi masih tergenggam di tangannya tetapi pandangan matanya tertuju kepada seseorang yang baru turun dari sebuah mobil sedan dengan plat nomor Kota Metropolitan.

“Siapa dia, sepertinya menuju ke rumah ini” gumam Nilam.

Nilam hampir saja pingsan ketika seorang laki-laki yang turun dari mobil itu hampir mendekati dirinya. Sapu lidi yang masih dalam genggamannya hampir saja terlepas dari pegangannya. Raut mukanya seakan tidak percaya menyaksikan siapa yang datang itu. Dari kejauhan seorang lelaki tegap, tampan, berkulit putih juga bermata sipit, usia sekitar tiga puluh tahunan sudah menyungging senyum manis di bibirnya seakan sudah hafal akan keberadaan dirinya.

Nilam membalas senyuman lelaki itu masih dengan raut muka yang tidak percaya. Dia adalah salah seorang dosen muda. Seorang mualaf keturunan Tionghoa bernama Ikhsan Yanuar, nama muslimnya, mengampu salah satu mata kuliah di tempatnya menuntut ilmu. Sebuah Perguruan Tinggi Swasta Program diploma di daerah Ibukota.

“Kenapa dia bisa datang kesini?” gumamnya sambil menatap lelaki itu yang kian mendekat.

“Hai Nilam, koq bengong sih?” tanya lelaki itu sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

“Akhirnya ketemu juga alamat rumahmu ini, setelah berputar-putar nyasar kemana-mana dulu,”lanjutnya tanpa memberi kesempatan kepada Nilam yang masih tidak percaya akan kehadirannya.

“Pak, eh,,,Bang, benarkah ini dirimu yang datang?” tanya Nilam yang berusaha menguasai diri kembali. Adalah permintaannya kepada Nilam bahwa ketika di luar tatap muka perkuliahan dia minta dipanggil Abang saja agar lebih akrab. Begitu pintanya.

“Tahu alamat rumahku dari mana?”tanya Nilam lagi yang masih terkaget-kaget karena dia merasa tidak pernah memberi alamat rumah kampung halamannya kepada lelaki yang dipanggil Abang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun