Mohon tunggu...
Novi Nurul Khotimah
Novi Nurul Khotimah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah dengan hati

GURU MULIA ADALAH GURU YANG BERKARYA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingkah Sebuah "Brand" Sekolah?

2 September 2018   18:07 Diperbarui: 2 September 2018   18:25 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah sering saya mendengar dan terlibat langsung dalam rumpian bersama kelompok sesama perempuan, baik itu mamah-mamah, ibu-ibu, emak-emak, ataupun bunda-bunda. Biasanya bertemu ketika saatnya menjemput anak sekolah tiba. Dari kalangan biasa-biasa saja hingga kalangan sosialita. Materi pembiacaraan biasanya tentang tempat makan yang enak dimana, sambil kegiatan arisan atau hanya sekedar kongkow-kongkow, beli perlengkapan fashion yang kwalitasnya bagus dimana. Dari mulai sepatu, baju, tas, asesoris dan lain sebagainya. Pasti mereka tahu keberadaanya. Sinyalnya kuat banget untuk hal itu. Mamah-mamah zaman kekinian yang tak ketinggalan selalu update informasi. Super moms deh...

Belum lagi mamah-mamah yang sibuk memanfaatkan pertemuan untuk berbisnis. Moms, aku bawa barang dagangan lho, barangkali moms mau lihat-lihat dan tertarik untuk beli. Barangnya bagus-bagus lho, branded semua, bla..bla..bla..si mamah menyebutkan merek-merk dagang yang tertera di label barang yang dimaksud. Barang-barangnya import bersertifikat pula. begitu kira-kira sebuah penawaran persuasif dari seorang mamah. Dan bisa dipastikan ketika barang jualan dibuka ibu-ibu langsung merapat ibarat semut menemukan setumpuk gula. Dan saya juga terkadang tertarik juga karena penasaran ingin melihat barang yang dijual seperti apa. Sayang jikalau harus dilewatkan hehe...

So, dari cuplikan pembicaraan di atas, bukan sekira promosi atau jual beli yang akan saya tulis, tetapi ada satu kata yang menyangkut di memori saya. Satu kata itu adalah branded. Ada apa dengan kata itu? Mengapa dengan satu kata yang disebutkan bisa menarik berpasang-pasang mata sehingga Ibu-Ibu segera menghampiri?

Sejenak saya terpaku dengan kata branded itu. Oh...ternyata hampir sebagian para ibu rumah tangga itu sangat menyukai sesuatu yang branded. Seketika itu pula terfikir dalam benak saya bahwa sekolah pun harus memiliki brand tertentu, memiliki merek yang bisa dijual dengan harga yang tinggi kepada masyarakat. Sekolah yang mampu membangun dan membentuk suatu karakter tertentu atau ciri khas yang membedakan dengan sekolah yang lainnya. 

Dalam hal ini pembedanya adalah hal-hal yang berkaitan dengan program sekolah yang positif. Banyak hal yang bisa dijadikan brand sekolah. Apakah brandnya itu dalam bidang agama, seni, olah raga, literasi, pramuka, dan label-label sekolah lainnya yang berkaitan dengan Penguatan Pendidikan Karakter. Dengan demikian jika suatu sekolah sudah memiliki kekhasan tertentu, dan itu sangat dimungkinkan dapat mengembangkan potensi para peserta didik, saya sangat yakin minat masyarakat khususnya para orang tua akan sangat besar. 

Mereka akan berbondong-bondong mendaftarkan putra putrinya ke sekolah tersebut saat penerimaan peserta didik baru tiba. Bahkan jika sudah tertarik, tidak menutup kemungkinan ada orang tua yang memindahkan putra putrinya dari sekolah lain. Ternyata..oh ternyata..begitu pentingnya sebuah brand untuk sekolah.

Apakah untuk menciptakan sebuah brand itu hanya cukup dibuat label atau dipasang papan nama yang besar di depan atau gerbang sekolah? Tentunya tidak yah... Ada sebuah proses yang harus dijalani, tidaklah instan seperti meramu makanan cepat saji. Berawal dari membaca, menyimak, mendengar dari lingkungan sekitar yang ada di sekolah yang juga melibatkan peran serta banyak orang. Bahasa kerennya itu adalah stakeholder. Beranjak dari menganalisis kebutuhan sekolah dengan menggunakan metode SWOT. 

Strenghths (kekuatan), Weaknenesses (kelemahan) ,Opportunities (peluang), dan  Threats (ancaman). Hal itu diramu dalam kemasan evaluasi diri sekolah, familiar dengan evadir. Dan itu benar-benar hasil menganalisis kebutuhan sekolah yang real bertujuan untuk membangun sekolah yang ideal. Itulah sedikit yang saya ketahui tentang penyusunan evaluaasi diri sekolah dalam menentukan perencanaan pengembangan sekolah, baik untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Selanjutnya sekolah harus mampu menemukan dan menentukan program unggulan apa yang akan dilaksanakan disekolah, tentunya sesuai potensi yang dimiliki sekolah hasil mengkaji evadir tersebut. Jika tidak ingin program tersebut hanya serangkaian angan-angan belaka, atau sekedar obor baralak (pinjam istilah basa sunda) saja atau hanya terpampang di agenda program sekolah saja, tentunya ada langkah yang harus ditempuh berikutnya. 

Langkah tersebut adalah KOMITMEN dari team work di sekolah. Saya yakin bahwa sebagus apapun sebuah program, sehebat apapun visi yang diharapkan jika tanpa dilandasi komitmen yang kuat untuk melaksanakan prosesnya, saya yakin itu hanya menjadi angan yang tak akan pernah jadi kenyataan. Team work harus mau berlelah-lelah, berdarah-darah berkorban waktu, tenaga, fikiran bahkan materi dalam mencurahkan seluruh energi positifnya untuk mensukseskan program yang sudah direncanakan. 

Itu yang dibutuhkan...bisa dikatakan susah-susah gampang, dikatakan susah jika mind set kita sudah dipenuhi oleh beban negatif seperti rasa pesimis, rasa susah sudah menghantui, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan gampang jika mind set dari team work sudah satu frekuensi dipenuhi energi positif, optimis, pasti bisa, bekerja bersama adalah modal utama. Sangat dimungkinkan "brand yang dimaksud saya yang dipaparkan diatas bisa terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun