Mohon tunggu...
Novi Kurnia
Novi Kurnia Mohon Tunggu... Wiraswasta - a random writer

I am a random person. Also, I am a random writer. By writing, it help me a lot to re arrange my mind, to re-structurize my mind. Having interest in writing about social topics, psychology (mostly MBTI), sometimes make up. This blog is owned by me: heyitsnovi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gapapa, Ngeluh Aja

20 September 2020   11:53 Diperbarui: 20 September 2020   12:05 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

      Coba bayangkan, ketika berangkat kerja kamu mengalami hal yang tidak terduga. Kita istilahkan aja kita hari itu dapat sial terus, mulai dari terjebak macet karena ada perbaikan jalan, ketika sampai ke kantor tersandung batu hingga sol sepatu copot, di kantor kamu lupa bawa berkas yang harus dibawa dari rumah, ketika sampai ke kantorpun kamu harus dimarahi atasan. What an unlucky day.


     Ketika istirahat kamu bertemu dengan teman satu kantor kamu, berkeluh kesah tentang 'hari sial' kamu, meluapkan stress dan kekesalan sedangkan jawaban teman kamu seperti ini:


"Jangan mengeluh, bayangkan gimana keadaan orang-orang yang terjebak macet sementara kantornya lebih jauh dari kamu."


"Orang itu harus banyak bersyukur, jangan banyak mengeluh"


"Jangan marah-marah terus, lihat sisi positifnya. Positive vibes only."

     Mungkin kamu akan merasa kesal mendengar jawaban teman kamu. Kamu yang awalnya ingin didengarkan, akhirnya kamu kesal sendiri mendengar jawaban teman kamu yang seakan tidak menghargai bagaimana keluh kesah kamu. Disatu sisi, mungkin kamu akan berpikir, 'iya, memang benar aku harus banyak bersyukur...tetapi kenapa aku harus merasa kesal?'. Hmm...kira-kira mengapa harus merasa kesal ketika jawaban teman kamu ada benarnya?


      Mungkin kamu merasa bahwa ada yang salah dengan mengungkapkan emosi negatif kamu. Banyak meme di sosial media yang seakan mendoktrin untuk hanya berpikir positif, jangan memiliki emosi yang negatif. Apakah salah dengan kita mengungkapkan emosi negatif? Apakah harus kita selalu berpikiran positif? Pertanyaan sebelumnya yang belum terjawab adalah, mengapa kita merasa kesal ketika jawaban teman kamu juga ada benarnya?


      Seringkali, kata-kata semangat atau motivasi yang berubah menjadi racun ketika hal tersebut seakan-akan membuat perasaan negatif kita tidak diakui.  Allah memberikan kita berbagai macam emosi, mulai dari emosi positif maupun emosi negatif. Lalu, kita banyak mendengar ucapan dari sekitar kita bahwa merasakan sedih, kecewa, marah, cemburu dan perasaan negatif lainnya itu salah dan kita hanya boleh merasakan perasaan yang positif. Menghindari emosi negatif yang kita rasakan dan hanya fokus kepada emosi positif saja.


Toxic positivity.


      Apa itu toxic positivity dan apa hubungannya dengan kegalauan dan emosi negatif yang kita rasakan? Menurut psychologygroup, toxic positivity adalah penggambaran yang berlebihan dan tidak efektif terhadap perasaan bahagia dan optimis dalam segala situasi. Dengan toxic positivity, terbentuk rasa menghindari, mengecil-ngecilkan bahkan menghapus emosi asli manusia. Sama seperti tanggapan teman anda, disaat anda merasa jawaban teman anda benar anda juga merasa bahwa anda tidak boleh merasakan emosi yang negatif.


      Kenapa sih, kita boleh mengeluh? Apa ada manfaatnya ketika kita mengekspresikan perasaan negatif yang kita rasakan? Menurut Lauren King, direktur klinik dari wildtreewellness.com manfaat dari mengekspresikan emosi adalah:


1.    Dengan menahan emosi yang kita rasakan, itu justru menambah penderitaan.
Ketika kita merasakan sakit, secara refleks kita pasti ingin agar rasa sakit itu hilang. Ini bisa menjadikan kita akan memendam masalah sendirian. Tetapi emosi adalah energi yang  meskipun tidak memiliki wadah, tetapi emosi tersebut akan tersimpan dalam tubuh dan pikiran kita sendiri. Sehingga rasa sakit yang kita tumpuk, lama kelamaan akan menumpuk dan terus menumpuk. Dengan memahami emosi negatif dan mengekspresikan perasaan sakit yang kita rasakan, justru akan menjadikan level toleransi kita terhadap rasa sakit bertambah. Kita tidak lagi menderita dari menahan dan lari dari masalah, justru kita akan semakin meningkatkan level 'kekebalan rasa' kita dan menjadikan emosi negatif itu tidak lagi menakutkan seperti sebelumnya.


2.    Dapat merasakan semua emosi yang kita rasakan
Manusia tidak hanya merasakan hal yang positif saja, ada perasaan negatif yang juga kita rasakan seperti marah, kesal, kecewa, cemburu dan lain sebagainya. Dengan kita merasakan emosi negatif, kita juga dapat mengerti apa emosi positif itu. Ibaratnya seperti, untuk mengetahui bagaimana rasa bahagia karena kemenangan, kita pasti harus mengalami kekalahan dulu bukan? Dengan kita pernah merasakan emosi negatif karena kekalahan, seperti rasa kecewa, sedih, marah kita akan merasakan bahagia ketika kita mendapat kemenangan.


3.     Baik untuk kesehatan tubuh juga
Memang benar ketika orang bilang dengan kita meluapkan emosi, itu baik untuk kesehatan mental seseorang. Ternyata, lewat berbagai penelitian diungkapkan bahwa meluapkan emosi itu baik untuk kesehatan fisik seseorang. Dengan menahan emosi negatif yang kita punya, hal itu akan menambah resiko penyakit seperti penyakit jantung, masalah pada usus, sakit kepala, insomnia dan penyakit gangguan auto imun.


4.     Dengan kita menyampaikan emosi, dapat mendekatkan diri kita dengan orang-orang di sekitar kita.
Tentu saja, bukan dengan teman toksik yang dicontohkan. Tetapi kita dapat mendekatkan diri kita kepada orang-orang yang mau memahami kita apa adanya. Bagaimana perasaan negatif yang kita rasakan, bagaimana rasa sedih dan kecewa yang sedang kita alami. Dengan meluapkan emosi yang kita rasakan, orang lain akan memahami diri kita yang sebenarnya.


5.     Memperbesar keberanian untuk menghadapi masalah.
Saya juga menambahkan, bahwa dengan mau mengakui dan memahami emosi negatif yang kita rasakan justru membuat kita mau untuk menghadapi masalah. Kita tidak lagi mencoba lari dari masalah, dan bersikap seolah-olah semua baik-baik saja 'positive vibes only'.


      Pada akhirnya, manusia bukan makhluk yang sempurna. Kita bukan seperti gambaran selebgram di medsos yang terlihat selalu bahagia. Kita pasti pernah mengalami hari-hari yang buruk, mengalami banyak cobaan hidup...hidup bukan hanya di atas bukan? Ada saatnya kita berada dalam lorong gelap yang tidak tahu dimana ujung titik terang itu berada. Perasaan negatif itu wajar, dan Allah memberikan emosi negatif itu agar kita dapat merasakan kebahagiaan ketika kita berada di roda atas kehidupan. Maka, tugas kita selanjutnya sebenarnya cukup sulit, yaitu bagaimana agar kita dapat bisa optimis ketika kita sedang dirundung banyak masalah disisi lain kita juga harus berani untuk merangkul dan merengkuh emosi negatif yang kita rasakan. Berpikir rasional dalam menghadapi masalah. Menyelaraskan emosi positif dan negatif yang kita rasakan.


Jadi, boleh gak sih kita ngeluh? Gapapa, ngeluh aja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun