PENDAHULUANÂ
Pelayanan kesehatan primer memiliki peran vital dalam sistem kesehatan nasional. Sebagai titik pertama kontak masyarakat dengan layanan kesehatan, fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas, klinik pratama, dan praktik mandiri dokter bertanggung jawab dalam menyelenggarakan layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang komprehensif. Namun, tantangan besar masih dihadapi dalam hal akses dan kualitas layanan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk menjawab permasalahan ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 65 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Primer.
Regulasi ini hadir sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer yang bermutu, merata, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Artikel ini akan mengulas strategi peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan primer di Indonesia berdasarkan analisis terhadap Permenkes Nomor 65 Tahun 2016, dengan menyoroti konteks kebijakan, tantangan implementasi, serta arah kebijakan ke depan.
Latar Belakang dan Tujuan Permenkes Nomor 65 Tahun 2016
 Permenkes No. 65 Tahun 2016 disusun sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer yang standar dan seragam di seluruh Indonesia. Tujuan utama dari peraturan ini adalah memastikan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan primer mampu memberikan layanan yang aman, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat.Â
Dalam konteks desentralisasi dan kondisi geografis Indonesia yang luas dan beragam, standar pelayanan kesehatan primer menjadi instrumen penting untuk menghindari disparitas layanan antar daerah. Permenkes ini mengatur jenis layanan minimal yang harus tersedia, standar kompetensi tenaga kesehatan, mekanisme rujukan, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan.
Strategi Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Primer
 Akses pelayanan kesehatan mencakup aspek geografis, ekonomi, dan sosial budaya yang memengaruhi kemampuan masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan. Berdasarkan Permenkes 65/2016, beberapa strategi yang diterapkan pemerintah untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan primer meliputi:Â
1. Pemerataan Fasilitas KesehatanÂ
Pemerintah mendorong pembangunan dan penguatan fasilitas kesehatan primer di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Upaya ini dilakukan melalui pembangunan Puskesmas baru, revitalisasi sarana prasarana, dan penyediaan alat kesehatan dasar. Pendekatan ini mendekatkan layanan kepada masyarakat, mengurangi hambatan geografis, dan meningkatkan ketersediaan layanan.Â
2. Distribusi Tenaga Kesehatan yang MerataÂ
Ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten menjadi syarat mutlak akses yang berkualitas. Program Nusantara Sehat, penempatan dokter internship, serta insentif bagi tenaga medis yang bekerja di daerah terpencil adalah strategi konkret dalam menjawab tantangan ketimpangan distribusi tenaga kesehatan. Permenkes 65/2016 juga menekankan pentingnya penguatan kompetensi melalui pelatihan berkelanjutan.Â
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi KesehatanÂ
Sistem informasi kesehatan seperti aplikasi P-Care BPJS, SIKDA Generik, dan telemedisin memperluas akses layanan terutama di daerah dengan keterbatasan fasilitas fisik. Layanan konsultasi jarak jauh dan pencatatan data kesehatan elektronik mempercepat penanganan dan memperkuat pencatatan data kesehatan individu dan populasi.Â
4. Kemitraan dengan Masyarakat dan Lembaga Non-PemerintahÂ
 Pelibatan komunitas lokal, LSM, dan sektor swasta memperkuat pelaksanaan program kesehatan di lapangan. Melalui pendekatan berbasis komunitas, seperti Posyandu, UKBM, dan kader kesehatan, layanan dasar dapat menjangkau kelompok rentan yang sulit diakses oleh sistem formal.
Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Primer
Selain aspek akses, kualitas pelayanan juga menjadi fokus utama Permenkes 65/2016. Kualitas diukur melalui kesesuaian layanan dengan standar medis, kepuasan pasien, efektivitas intervensi, serta keselamatan pasien. Strategi peningkatan kualitas berdasarkan regulasi ini mencakup:
1. Penetapan Standar Layanan dan Prosedur Operasional
 Permenkes ini menetapkan bahwa setiap fasilitas kesehatan primer wajib memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk setiap jenis layanan. SOP ini mengatur tata laksana penyakit, prosedur rujukan, pelayanan keperawatan, dan penatalaksanaan kegawatdaruratan medis. Penerapan SOP menjamin konsistensi dan keselamatan dalam pelayanan.
2. Akreditasi Fasilitas Pelayanan KesehatanÂ
Program akreditasi bagi Puskesmas dan klinik menjadi alat ukur mutu layanan. Dengan mengikuti proses akreditasi, fasilitas kesehatan diharuskan untuk terus meningkatkan standar layanan, memperbaiki tata kelola, dan memperhatikan aspek keselamatan pasien. Proses ini juga mendorong budaya perbaikan berkelanjutan (continuous quality improvement).
3. Peningkatan Kompetensi SDMÂ
Tenaga kesehatan dituntut untuk terus meningkatkan kompetensinya sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelatihan, seminar, dan pendidikan berkelanjutan menjadi bagian penting dalam menjamin tenaga medis dapat memberikan layanan yang sesuai standar terkini.
4. Penguatan Sistem Rujukan BerjenjangÂ
Untuk menjaga mutu layanan, sistem rujukan yang tertib dan terstandar sangat krusial. Permenkes 65/2016 menegaskan pentingnya mekanisme rujukan dari fasilitas primer ke tingkat lanjutan berdasarkan indikasi medis yang jelas. Ini mencegah beban berlebih di rumah sakit dan memastikan pasien mendapat perawatan di tempat yang sesuai dengan kebutuhannya.
5. Monitoring dan Evaluasi Berbasis Indikator Mutu
Evaluasi berkala terhadap indikator mutu seperti tingkat kepuasan pasien, angka kunjungan, ketepatan rujukan, dan cakupan layanan preventif merupakan bagian dari sistem kendali mutu. Data ini digunakan untuk merancang intervensi perbaikan dan pengambilan keputusan berbasis bukti.
 Tantangan Implementasi di LapanganÂ
Meskipun strategi-strategi tersebut telah dirancang secara sistematis, implementasinya di lapangan menghadapi berbagai tantangan. Ketimpangan distribusi sumber daya manusia dan sarana, keterbatasan anggaran daerah, serta resistensi terhadap perubahan di kalangan tenaga kesehatan menjadi hambatan utama. Selain itu, literasi kesehatan masyarakat yang rendah dan persepsi terhadap layanan primer sebagai "layanan kelas dua" turut memengaruhi efektivitas kebijakan ini.
Selain itu, adanya fragmentasi antara kebijakan pusat dan pelaksanaan di tingkat daerah juga dapat memperlemah integrasi sistem. Maka dari itu, diperlukan koordinasi lintas sektor dan peran aktif pemerintah daerah dalam mendukung kebijakan nasional.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Permenkes Nomor 65 Tahun 2016 merupakan tonggak penting dalam reformasi pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Melalui penetapan standar pelayanan, penguatan sistem rujukan, akreditasi, dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, regulasi ini mendorong terciptanya layanan yang lebih adil, merata, dan berkualitas. Strategi-strategi yang diatur di dalamnya mampu menjawab tantangan fundamental akses dan kualitas, terutama jika didukung oleh pelaksanaan yang konsisten di seluruh wilayah.Â
Ke depan, pemerintah perlu terus mengevaluasi implementasi Permenkes ini secara berkala, menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan kesehatan masyarakat dan kemajuan teknologi. Dukungan pendanaan yang memadai, penguatan regulasi daerah, serta partisipasi aktif masyarakat akan menjadi kunci keberhasilan dalam membangun pelayanan kesehatan primer yang tangguh dan responsif terhadap kebutuhan rakyat Indonesia.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI