Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Amnesia Nikmat

27 Maret 2013   11:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:08 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam berinteraksi dengan lingkungan, kerap kali kita menjumpai hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan. Bahkan tidak jarang hal tersebut bertentangan dengan prinsip atau hati nurani kita. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan menyisakan duka dan luka tersendiri.

Sebuah ketidaknyamanan pun mulai mewarnai hari-hari yang dilewati. Sesekali bisa melupakan hal tersebut namun sesekali juga hal tidak nyaman tersebut menyeruak secara tiba-tiba.

Bagi beberapa orang, melewati waktu beriringan bersama hati atau jiwa yang terluka bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkan sangat menyakitkan.

Senyum yang terkembang akan mendadak hilang, semangat yang bergelora akan berganti keputusasaan, tidak jarang beberapa orang terjerumus kedalam duka keputusasaan dan  akhirnya memilih untuk menyegerakan kematian.

Mengutip sebuah judul lagu milik Opick..Bahwa tiada duka yang abadi..demikian itu sebenarnya terjadi. Sama halnya semua hal di dunia ini, hanya fana. Suka dan duka pun mempunyai porsinya sendiri-sendiri, ada batas waktunya.

Dan saya percaya akan hal ini. Sebagai manusia setengah tua, saya agak kesulitan mengingat nikmat yang sudah Tuhan berikan, namun entah mengapa memori saya begitu mudah untuk mengingat sakit duka lara yang saya rasakan. Kadang saya berpikir bahwa demikianlah kodrat seorang manusia seperti saya, sosok yang kerap lalai dan meng-alpa-kan diri dari rasa syukur.

Ketika duka menghampiri, saya begitu rajin berseru dan memohon bahkan airmata menjadi teman setia. Tapi, sementara suka cita datang, ucapan syukur hanya dilakukan sepintas lalu. Padahal seharusnya saat suka cita datang, semestinya saya tetap rajin berseru dan memohon belas kasih-Nya.

Semua yang fana akan ada masanya. Apapun itu.

Jika ada seorang teman yang dulu begitu menyukai diri kita, namun suatu hari tiba-tiba sikapnya berubah dratis, ya itu terjadi karena ada masanya. Bukankah seorang teman juga manusia yang hatinya terbuat dari daging, yang bisa berubah kapan saja tanpa perlu persetujuan dari pihak manapun kecuali dari Tuhan.

Awal perubahan  ini pasti menyedihkan dan menyesakan dada, tapi apakah kita bisa memaksa kehendak padanya untuk tetep berteman ? Tidak bukan.

Hal ini pernah saya alami sendiri, bersahabat hampir puluhan tahun, namun karena sebab yang saya tidak tahu jelasnya kenapa, tali silahturahmi menjadi sangat renggang. Awalnya bingung dan agak aneh, namun demi silahturahmi yang sudah terjalin, saya belajar menerima keputusannya. Karena bagi saya pribadi berteman membutuhkan rasa  nyaman, jika sudah tidak ada kenyamanan ya sudah lebih baik ikatan silahturahmi dibangun dengan pondasi yang biasa-biasa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun