Mohon tunggu...
Noval Verdian
Noval Verdian Mohon Tunggu... Penulis - Reporter

_Vini-Vidi-Vici_

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Seberang Istana Negara Proses Sertifikasi Tanah Warga Masih Tertatih-tatih

28 Maret 2019   17:39 Diperbarui: 28 Maret 2019   18:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Agus, sebagian warga masih ada yang memegang bukti kepemilikan jual beli lahan tersebut. Sayangnya, sebagian besar warga tidak memegang bukti-bukti tersebut karena ketidaktahuan dan sistem pendataan pertanahan yang kala itu masih sangat sederhana, terangnya.

"Belakangan ini, warga yang mendirikan bangunan atau yang sedang melakukan renovasi rumahnya sering diintimidasi oleh pihak swasta yang mengklaim mempunyai sertifikat atas lahan warga. Dan Intimidasi dilakukan dengan menggunakan tangan oknum aparat. Mereka mengklaim punya sertifikatnya. Tapi ketika didesak mana sertifikatnya, mereka tidak pernah menunjukkan," beber Agus.

Akibat intimidasi ini, warga menjadi gusar, tetapi di sisi lain, hal ini membuat warga tidak nyaman. Agus mengatakan, perwakilan warga berinisiatif mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar bisa membantu proses sertifikasi dan menyelesaikan kasus ini. Setelah menunggu lama, ada respon, tetapi itu pun tidak menyelesaikan keinginan warga untuk mendapatkan kejelasan hak milik atas tanah tersebut. Beberapa kali warga mendatangi BPN DKI Jakarta tapi terkesan lepas tangan.

Belakangan, warga mendapatkan bukti baru jika lahan yang ada di SHM No. 47 yang bersengketa ini bidang tanahnya ternyata bukan berada di lahan yang ditinggali 600 KK warga RW. 08 Kelurahan Petojo Selatan.

"Saya dapat temuan baru setelah mengecek peta online ATR-BPN pusat yang diunduh dari aplikasi Android. Temuan baru ini sudah disampaikan ke BPN Jakarta Pusat dan Bagian Hukum Kantor Walikota Jakarta Pusat, karena diduga datanya berbeda dengan BPN RI. Tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya juga,"keluh Agus sambil menunjukkan print out peta online ATR-BPN.

Keluhan dan kegusaran warga RW. 08 Petojo Selatan ini juga sampai ke telinga Farouk Abdullah Alwyni, Caleg DPR RI dari PKS Dapil DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri). 

Persoalan sertifikasi tanah ini terungkap ketika kami melakukan sosialisasi ke warga. Saat itu, warga mengeluh terkait pengajuan pembuatan sertifikat tanah lewat PTSL yang ditolak pihak BPN,  tanggapan pemerintah dalam hal ini BPN terlihat kurang responsif untuk menyelesaikan masalah warga Petojo Selatan.

Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dan kontradiktif dengan kesan yang ditampilkan pemerintah selama yang gembar-gembor mengkampanyekan keberhasilan dari program sertifikat gratis hingga ke pelosok negeri.

Ketika ditemui reporter di Jakarta Pusat, Kamis Sore, (28/03/2019), Farouk mengatakan,"Masalah warga Petojo Selatan ini ada di Jakarta, lokasi warga jaraknya kurang dari 400 meter menuju Istana Negara tapi tidak bisa diselesaikan. Di mana Reformasi Agraria ? Bagaimana nasib ribuan jiwa warga kalau sampai tergusur dari kampung halamannya akibat data pertanahan yang masih kacau ?," kritiknya.

Farouk yang juga  Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) ini menilai, aparat BPN semestinya turun ke lapangan dan mengecek polemik sengketa tanah di Petojo Selatan. Sebagai pelayan masyarakat, tentunya harus memberikan "service" yang baik untuk mencerminkan birokrasi pemerintahan yang melayani dan bersih. "Kalau perlu Presiden RI memanggil BPN dan pihak-pihak terkait untuk membuka data-data pertanahan, sehingga jelas duduk perkaranya. Rakyat harus mendapat hak memiliki tanah untuk tempat tinggal, yang merupakan kebutuhan dasar," tegas Farouk.

Sebagai Caleg DPR RI Dapil 2 DKI Jakarta dari PKS nomor urut 6 ini, Farouk memang memberikan perhatian khusus terhadap persoalan birokrasi di Indonesia, dan masuk dalam salah satu poin perjuangan beliau, termasuk di dalamnya pelayanan BPN terkait urusan pertanahan. Masih banyaknya oknum BPN yang terlibat pungutan liar (pungli), pelayanan yang sulit dan berbelit-belit menunjukkan bahwa reformasi birokrasi masih jauh api dari panggang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun