Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah Azzahra
Naurah Nazhifah Azzahra Mohon Tunggu... Jurnalis - @nouranazhif

A human who learning to be human and humanize human.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perihal di Balik Setiap Nama

12 Juli 2020   03:59 Diperbarui: 12 Juli 2020   04:50 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naurah yang saya kutip dari berbagai situs memang berasal dari bahasa Arab, Nauroh yang berarti keindahan. Interpretasi dari kata indah banyak sekali, hanya saja Abi mengartikannya sebagai 'bunga'. Pun dengan Nazhifah yang berarti bersih, sudah lazim kata ini disebutkan dalam beberapa hadits bahkan percakapan sehari-hari.

Saya bukan ahli bahasa, namun ranah historis lebih mudah untuk ditelusuri dengan kemudahan akses di zaman digital ini. Fokus pada kata Azzahra, saya menemukan sebuah daerah di Cordoba Selatan, daerah Andalusia yang sekarang bernama Spanyol, ialah Medina Azzahra, beberapa orang menyebutnya Azahara.

Ia adalah pusat pemerintahan Khalifah Abdurrahman III yang merupakan keturunan kesekian dari Thariq bin Ziyad. Kota Azzahra ini menjadi pusat kejayaan Islam di Andalus sejak memisahkan diri dari keagungan Kekhilafahan Abbasiyah saat itu. 

Lahir pada zaman keemasan, Abdurrahman III yang memang unggul dari segi Laqab, Nisbah dan Kunniyah dibanding 8 saudaranya berhasil menyulap kota ini menjadi kota yang dipenuhi emas dan marmer di berbagai sudutnya, sehingga pantulan cahaya matahari pada siang hari begitu terlihat dari luar kota  ini. Tepatnya, kota Azzahra ini disebut dengan Kota yang Bercahaya.

Terlepas dari makna harfiah 'cahaya', kota ini juga dikenal dengan kadar toleransinya yang begitu khas. Ibu dari Khalifah Abdurrahman III diperkirakan bernama asli Maria yang merupakan puteri dari Raja Byzantium, menjadi tawanan perang beberapa waktu sebelum akhirnya dipersunting oleh Abdullah, ayah sang Khalifah. Maka banyak dari penduduk di wilayah tersebut yang beragama Yahudi, Nasrani, dan juga tentunya Islam.

Seperti peradaban dunia lainnya, kota ini runtuh ketika sekumpulan Bar-bar menyerang. Cukup singkat jika dihitung dari masa berjayanya. Mungkin hikmah lain yang bisa kita ambil adalah; segala perubahan yang dilakukan dengan cepat, bisa jadi akan runtuh dengan cepat pula. 

Proses yang panjang dari kejayaan dinasti Abbasiyah dan Umayyah bukanlah dibangun atas pikiran dan cara yang pragmatis. Ia adalah hasil dari perjuangan dan kesabaran berbagai elemen yang bahkan mungkin di antaranya tidak merasai keberhasilan tersebut karena Allah memang tidak berkehendak.

Di sisi lain pula, Kota Bercahaya tersebut mengajarkan kita, Umat Islam, untuk bergegas dalam menunaikan kewajiban, tanpa melupakan hal-hal kecil lain yang bisa saja luput dari pemikiran kita. 

Militer, telekomunikasi, keilmuan, dan segala macamnya merupakan hal-hal krusial yang begitu dinamis. Perlu ketahanan untuk memahaminya, bahkan mengaturnya.

Memimpin, bagaimanapun adalah niscayanya perjalanan hidup manusia. Apakah ia akan dipimpin oleh yang lain, atau oleh dirinya sendiri, juga sampai mana batas manusia dalam memimpin?

Agaknya pertanyaan ini menjadi cermin bagi kita. Siapapun kita memang ditugaskan menjadi Khalifah yang beriman dan beramal, untuk diri sendiri maupun orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun