Mohon tunggu...
Norpikriadi
Norpikriadi Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Hanya seorang yang terus mencari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepahlawanan Tak Boleh Mati

10 November 2021   12:30 Diperbarui: 9 November 2022   07:58 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: primaindisoft.com

Hakikat kepahlawanan sejatinya berletak pada kesediaan pelakunya untuk mengorbankan hal-hal berharga dalam hidup seperti harta, serta rasa aman dan nyaman. Demi kemerdekaan bangsa, mereka tanpa ragu mengorbankan semua itu. Sekalipun untuk itu keringat harus diperas, air mata harus diteteskan, darah harus tertumpah, bahkan nyawa kerap kali harus melayang.

Lalu, layakkah kita menyebut diri sebagai bangsa bermartabat, apabila pengorbanan para pahlawan kita kenang hanya melalui seremoni? Jika kepahlawanan sekadar kita peringati, namun teladannya gagal menginspirasi, lalu apa artinya?

"Kalian tak harus lagi bertaruh nyawa seperti kami untuk memperjuangkan negeri ini. Temukanlah bentuk kepahlawanan kalian sendiri untuk hal yang sama!" Berucap lagi pahlawan yang makamnya tak bertaman itu dalam imajinasiku. 

Dan dia betul, bahwa di segala situasi di segala zaman, yang namanya perjuangan memang niscaya menuntut kita untuk siap berkorban. Untuk saat ini tak harus darah, tidak harus nyawa. Cukup mengorbankan naluri korup saja di jiwa-jiwa kita, maka demikianlah bentuk kepahlawanan yang paling dibutuhkan bangsa di kekinian. Seberani pahlawan era lalukah kita melakukannya? Sebab, bukankah yang terjadi selama ini adalah begitu banyaknya ketidaktahanan, manakala segenggam kekuasaan ada di tangan? Tidak tahan bila tidak memanipulasinya demi menebalkan isi kantong? Alih-alih memajukan bangsa dan memakmurkan rakyat, amanah jabatan kerap kali menjadi media untuk menggendutkan perut. Perut diri, perut keluarga, perut kolega. Bahwa masih begitu banyak perut lain yang lapar, mana pernah ada itu dalam paradigma para durjana?

Mentalitas korup dalam konteks Hari Pahlawan otomatis akan terbaca sebagai wujud pengkhianatan atas hakikat kepahlawanan itu sendiri. Negara yang lahir dari tumpahnya darah pahlawan justru dikhianati oleh perilaku korup generasi penerusnya. Alih-alih menumpahkan darah demi kejayaan negeri, kelakuan kita malah banyak seibarat vampir yang doyan menghisap darah rakyat. Ini terjadi mungkin salah satunya karena kekeliruan dalam memahami konsep kepahlawanan. Kita pikir ia sekadar monumen indah tanpa jiwa. Yang cukup sesekali dikenang, dipuja, atau diperingati lewat seremoni formal, untuk kemudian dilupakan.   

Kebanyakan pahlawan mungkin telah mati, tetapi kita tidak boleh menguburkan kepahlawanan mereka sebagai makhluk mati pula. Bagi generasi penerus di mana kita ada di dalamnya, kepahlawanan mestinya adalah hal yang selalu hidup dan dihidupkan sebagai napas kehidupan. Tidak cukup ia hanya dikenang sebagai romantisme masa lalu. Bukankah kita nantinya juga tak ingin hanya dikenang dengan cara seperti itu?

*******************************            

*pentingnya Pahlawan hingga kita perlu menulisnya dapat pula ditengok di sini:

https://norpikriadi.wordpress.com/2021/06/06/kenapa-pahlawan-harus-ditulis/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun