Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Biden, Reklamasi dan Jakarta (Katanya) Tenggelam

30 Juli 2021   13:23 Diperbarui: 30 Juli 2021   13:43 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih menurut Bang Sur di hadapan Presiden Soeharto, di atas urukan tanah yang dahulunya laut itu akan didirikan pusat bisnis 400 hektar (di antaranya sekitar 80 hektar untuk pusat bisnis modern), selebihnya untuk perumahan.

Untuk membuat lahan olahan seluas 2.700 hektar diperlukan tanah sekitar 200 juta meter kubik untuk menguruk laut, teluk dan sungai. Untuk tanah urukan akan diambil pasir dari laut, lumpur dari 13 sungai di Jakarta. Jadi akan diadakan pendalaman pelabuhan dan sungai-sungai yang perlu dibersihkan. Biayanya tidak membebani APBN maupun APBD.

Untuk mematangkan proyek itu, sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta bahkan telah mengadakan studi banding ke beberapa kota pantai di kawasan Asia Tenggara. DPRD DKI Jakarta yang ketika itu diketuai MH Ritonga mantan Kapolda Metro Jaya. Dia  pun mengeluarkan Keputusan DPRD Jakarta Nomor 30 Tahun 1994 tentang Pokok-pokok Pikiran DPRD DKI Jakarta mengenai Pembangunan Kota Pantai Utara Jakarta.

Krisis ekonomi 1997 yang melanda negeri ini mengakibatkan mega proyek itu pun sirna ditelan bumi. Baru ketika Fauzi Bowo menjabat gubernur DKI Jakarta, proyek reklamasi dihidupkan kembali. Pemprov DKI Jakarta menggelar seminar khusus bertopik "Awal Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pantura Jakarta" di Balai Kota Jakarta pada 14 April 2009. Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta ketika itu, Wiryatmoko memberi kata pengantar membuka seminar khusus itu.

Didahului Pengembang Swasta

Sayangnya, dalam pembangunan, Pemprov DKI Jakarta selalu kalah cepat dengan pihak pengembang swasta. Proyek reklamasi belum bergulir tetapi nyatanya pengembang telah melakukan reklamasin dan membangun perumahan mewah.

Contoh saja ketika Ciputra membangun Pantai Indah Kapuk di Kapuk Jakarta Utara. Yang terjadi akses jalan tol ke Bandara Soekarno-Hatta tergenang air sehingga banjir. Lalu saat PT Mandara Permai membangun perumahan elite Pantai Mutiara di Muara Karang, PLTU Muara Karang pun terganggu. Padahal, pasokan listrik untuk Jakarta dan sekitarnya termasuk kawasan Istana Negara berasal dari PLTU Muara Karang, Jakarta Utara.

Karena itu tidak salah ketika Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto (1987-1992) dalam bukunya "Catatan Seorang Gubernur" menyebutkan, dalam masalah pertanahan (sebagai salah satu contoh), Pemda mempunyai bargaining position yang lemah jika berhadapan dengan pihak swasta.

Dalam kasus reklamasi pantai utara Jakarta yang muncul belakangan ini tampak sekali bagaimana Pemprov DKI Jakarta sama sekali tidak berdaya di hadapan pengembang. Pengembang dengan leluasa "menguasai" semua proyek reklamasi dengan membangun 17 pulai di lahan hasil reklamasi. Bahkan, rumah toko (ruko) yang terbukti dibangun di lahan reklamasi dan tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan (IMB), Pemprov DKI Jakarta pun tak punya nyali untuk membongkarnya. Kondisi yang berbeda dengan pembongkaran Kampung Luar Batang.

Namun lepas dari itu, reklamasi pantura Jakarta membuktikan lemahnya akses publik terhadap setiap perencanaan tata ruang di Ibu Kota. Nelayan yang menjadi penghuni pantai pun tidak memiliki akses untuk mengetahui setiap jengkal pembangunan di atas lahan hasil reklamasi bahkan termasuk soal reklamasi tersebut. Sebagai catatan saja sedikitnya 10 ribu nelayan di Jakarta yang bakal tergusur akibat reklamasi pantai utara Jakarta itu. Sedikitnya 2.500 perahu pelbagai jenis pun lenyap.  Padahal ikan hasil nelayan setiap hari dilelang di dua tempat pelelangah ikan di Pelabuhan Muara Baru dan Muara Angke.

Menghidupkan kembali kejayaan masa lalu Jayakarta (nama lama Jakarta di masa Batavia) dengan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai atau apapun namanya itu. Presiden Joko Widodo menggunakan nama Proyek Tanggul Garuda Raksasa dengan melanjutkan proyek reklamasi pantura Jakarta. Ya silakan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun