Mohon tunggu...
Ara
Ara Mohon Tunggu... Buruh - Pengembara

Belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Aku Terima Takdirku

6 April 2020   14:12 Diperbarui: 6 April 2020   14:20 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari dengan sinarnya memeluk erat bumi tanpa memberikan cela untuk bernapas. Sementara angin sepoi-sepoi membawa dedaunan pergi bersama dengannya ke arah tak tentu. Bunga-bunga bergoyang melenggak-lenggok tanpa merasa malu pada lainnya yang memperhatikannya. Burung bernyayi riang berirama bak simfoni merdu menenangkan. Seorang gadis cantik berbadan tinggi dan berhijab syar'i duduk bersandar di bawah pohon dengan wajah sendu. 

Pandangannya kosong menatap gugurnya dedaunan yang jatuh di atas kolam ikan dan sekumpulan angsa yang saling berkejaran. Ikan dan angsa itu menampakkan kelincahannya pada si gadis, seakan-akan mereka ingin menyapa dan mengajaknya bermain, menikmati hari yang cerah. Tetapi harapan itu tak akan mungkin terjadi. Meraka tak akan mampu membuat senyum di bibir si gadis cantik itu terbit layaknya mentari yang cerah saat ini.

Jarum jam yang terpasang di dinding pembatas antara taman dan koridor menunjukkan pukul 10.00 pagi. Tak terasa dua jam sudah si gadis cantik itu duduk termenung dengan tatapan kosongnya. Butiran air mata jatuh mengalir di pipi merah si gadis.

"Dorr!", suara gertakan dari belakang menggoncangkan tubuh si gadis dengan refleks.

"Assalamu'alaikum cantik",d engan nada lembut suara itu menyapa si gadis.

Si gadis yang sedang menangis, segera mengusap air matanya agar tak di ketahui orang lain. Namun, orang yang menyapanya tadi sebenarnya sudah mengetahui jika dia sedang menangis. Ternyata orang itu adalah Rahma, sahabat sekaligus teman satu kampus, Rahma tahu kebiasaannya jika sedang berada di taman kampus. Tanpa basa-basi Rahma bertanya tentang keadaannya.

"Indah, gimana kabarmu?"

Hanya satu kalimat yang selalu Rahma lontarkan. Menurut Rahma menanyakan kabar adalah hal terbaik ketika ia bertemu temannya. Ia berpikir bahwa kalimat itu adalah sebaik-baik kalimat yang merupakan simbol perhatian bagi temannya. Indah adalah nama si gadis cantik yang bersahabat dengannya sejak di bangku kuliah.

"Hei!" gertak lembut suara Rahma sambil melambaikan tangan di depan wajah Indah.

Gertakan itu hanya di balas dengan senyuman paksaan oleh Indah. Melihat temannya yang seperti itu, Rahma langsung memeluk.

"Tumpahkan semua air matamu, jangan kau simpan sendiri. Air matamu berhak memperoleh kebebasan tanpa terbendung atas ketegaranmu. Curahkan apapun yang membuatmu bersedih sehingga beban yang kau tanggung bisa berkurang. Kita disini bersahabat, bukan sekedar teman yang hanya menyapa dan tak mengerti apa yang sedang terjadi dengan teman lainnya. Kau paham kan atas apa yang sudah ku ucapkan Indah?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun