Terbukti, dari Katadata.co.id. (2021) sebanyak 77,4% kaum muda Indonesia sangat tertarik dengan isu lingkungan hidup dan 81,1% menyebutkan perubahan iklim berada pada kondisi darurat.
Kedaruratan kondisi perubahan iklim bukan hanya soal bagaimana mencairnya gletser, namun pada aspek yang lebih luas mendorong perubahan dunia bergeser pada pemanfaatan sumber daya alam, sehingga turut membawa dampak gentrifikasi di berbagai wilayah di Indonesia.Â
Gentrifikasi menjadi fenomena sosial dan ekonomi termasuk kebijakan publik. Proses transformasi lingkungan perdesaan yang tadinya didominasi oleh masyarakat berpendapatan rendah-menengah, menjadi menarik bagi masyarakat berpendapatan tinggi, apalagi jika di dalamnya terdapat sumber daya alam melimpah seperti halnya pertambangan.
Gentrifikasi dianggap membawa dampak besar terhadap karakteristik, sosial, budaya, ekonomi dan fisik suatu wilayah. Mengapa hal ini terjadi? Contoh di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki cadangan 3,67 miliar ton, menjadi sangat berbeda dengan kemajuan karakteristik budaya, sosial, ekonomi dan geografisnya.Â
Ada banyak sekali properti yang situasinya juga berubah. Hal ini terjadi karena adanya 'investasi' dari perusahaan pertambangan yang membeli ataupun menyewa properti, melakukan renovasi, perbaikan infrastruktur dan bahkan membangun fasilitas baru.Â
Secara alami, hal ini turut mendorong meningkatnya permintaan (demand) serta mendorong kenaikan atas harga sewa, pajak properti dan biaya hidup secara keseluruhan. Dampak negatifnya adalah, masyarakat asli yang berpendapatan rendah-menengah mengalami kesulitan mempertahankan tempat tinggal dan bisa kemudian berpindah.
Gentrifikasi sebenarnya telah terjadi secara fenomenal di awal 2000-an, dimana terjadi lonjakan signifikan di wilayah Williamsburg, Brooklyn, New York City. Lonajakan ini dikarenakan minat tinggi dari seniman, musisi dan mereka yang berpendapatan tinggi justru mencari rumah dengan harga terjangkau, sehingga turut menaikkan harga properti.Â
Sama halnya terjadi Mission District, San Fransisco, AS, dimana dahulu dihuni oleh komunitas Latin berpenghasilan rendah kini menjadi sangat tinggi sejak kedatangan Google dan Facebook yang menempati wilayah Teluk San Fransisco, dimana pada akhirnya mendorong dislokasi.
Dalam prinsip industri pertambangan, kita banyak sekali mengenal berbagai kebijakan yang harus dipenuhi, termasuk beberapa ISO (International Organization for Standardization) seperti halnya ISO 26000 tentang Corporate Social Responsibility, ISO 40001 tentang Environment System Management, ISO 31000 on Risk Management dan lainnya. Khusus dalam hal ini, terkait dengan 'gentrifikasi' dalam lingkup investasi pertambangan berdasarkan standarisasi IFCPs atau International Finance Corporate Performance Standard.
IFC-Ps atau International Finance Corporation-Performance Standard adalah lembaga pembiayaan yang dibentuk oleh Bank Dunia untuk pendanaan swasta. Jika Bank Dunia adalah lembaga pembiayaan 'G to G' atau antar pemerintah, maka IFC berfokus kepada pembiayaan swasta.Â
IFC berdiri pada tahun 1956, beberapa tahun setelah berdirinya Bank Dunia pada tahun 1944 (IFCPs, 2012). IFCPs dibentuk dalam kerangka memperkuat sektor swasta dengan tujuan menumbuhkan ekonomi lokal terhadap negara yang bersangkutan, dimana terikat dengan pembiayaan dari Bank Dunia.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya