Pada 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Yogyakarta mangkat. Mangkatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak disertai dengan adanya gemuruh gunung dan gempa seperti ketika Sultan Agung mangkat tiga abad yang lalu sebagaimana diceritakan dalam catatan Babad Tanah Jawi. Yang ada hanya ratusan ribu manusia membanjir turut berbelasungkawa. Selama memimpin Yogyakarta mulai 18 Maret 1940 sampai 2 Oktober 1988, Yogyakarta mengalami banyak perubahan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX berani menentang kaum penjajah, baik Belanda maupun Jepang, dan mendorong pemerintah Republik Indonesia (RI) agar bisa merdeka. Bersama Sri Paku Alam VIII, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke RI dan memperjuangkan nasib rakyat Yogyakarta agar segera meraih otonomi sendiri.
Dibidang kebudayaan, selain melestarikan kebudayaan Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan raja yang tidak pernah lagi mengangkat pejabat Kraton (bangsawan) seperti Patih dan mengurang ritual - ritual khusus yang kerap memboroskan anggaran. Kraton, yang biasanya tertutup bagi rakyat dibuka secara umum sehingga masyarakat umum bisa masuk Kraton dengan mudah.
Tepat 7 September 2017, Bumi Sriwijaya dirundung duka dengan mangkatnya Raja Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja di usia 67 tahun karena komplikasi penyakit jantung. Masyarakat pun berbondong-bondong mengantar jenazah Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja yang sebelum diangkat sultan bernama Raden Haji Muhammad Sjafei Diradja ke Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep, komplek Pemakaman khusus kesultanan Palembang Darussalam, dengan Upacara militer. Sebelum diangkat menjadi Raja Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja berdinas di Polri dengan pangkat akhir Kombes (Purnawirawan).
Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja merupakan sosok raja yang yg memiliki kepribadian sederhana dan istiqomah dalam menyikapi suatu masalah di Kota Palembang, terutama mensikapi masalah tentang kebudayaan Palembang. Tidak dipungkiri dengan demikian banyak kontribusi yang diperbuat oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja selama menjadi Sultan Palembang terhadap perkembangan kota Palembang, diantaranya menciptakan kerukunan bagi umat beragama dan khususnya menjaga sejarah maupun kebudayaan Palembang.
Kesultanan Palembang Darussalam berdiri sejak tahun 1659. Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam adalah Pangeran Ario Kesumo. Kesultanan Palembang Darussalam lebih bercorak Islamik, berbeda dengan Kerajaan Pelembang Kuno yang didirikan oleh Gede Ing Suro, seorang melayu Jawa yang pindah ke Palembang (tanah leluhurnya) karena adanya perselisihan politik yang terjadi di Kerajaan Demak. Kesultanan Palembang Darussalam lebih bercorak Islamik karena menetapkan syariat Islam serta menjadikan Al-Qur'an dan Hadist sebagai konstitusi pemerintahan.
Pasti banyak cita-cita yang diinginkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja untuk mempertahankan dan menggali kembali keunikan budaya Palembang yang terbentuk dikehidupan lingkungan keraton dan masyarakat Palembang seperti bahasa, busana atau pakaian, Kuliner, sastra, tari dan sebagainya. Cita-cita tersebut tentu saja melestarikan cita rasa dan citra peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam yang bercorak islamik, namun tidak meniadakan masukan unsur budaya Hindu dan Budha serta budaya luar yang masih layak diterima dan sesuai dengan nilai yang ada sebagai bagian dari sejarah Palembang secara umum.
Siapa yang layak melanjutkan cita-cita yang diidamkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja ? Tentu kita semua masyarakat Palembang atau mereka-mereka yang peduli dengan Kota Palembang, khususnya peduli yang dengan sejarah dan budaya Palembang. Urusan suksesi adalah tugas para bangsawan yang memiliki keturunan langsung dari Kesultanan Palembang Darussalam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI