Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sri Mulyani Kibarkan Bendera Putih?

3 April 2020   18:06 Diperbarui: 3 April 2020   18:01 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Johan Nuh

Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang akibat dari serangan pandemi Covid-19, salah satunya yaitu nilai tukar rupiah semakin tertekan hingga mencapai Rp.17.500,- per dollar Amerika, bahkan dalam skenario paling tragis, dollar bisa melejit hingga Rp.20.000,-, jauh di atas asumsi nilai tukar Rp.14.400,- per dollar Amerika dalam APBN 2020. Pernyataan pesimis ketidakmampuan rupiah menghadapi dollar di tengah pandemi Covid-19 akan membuat persepsi negatif tidak saja dari pelaku ekonomi, namun lebih luas mencakup seluruh masyarakat, tentang ketidakmampuan tim ekonomi menghadapi badai krisis di depan.

Selain menyampaikan babak belurnya rupiah dihajar dollar, Sri Mulyani yang sebelumnya memprediksi pertumpuhan 0%, tambah pesimis dengan menyebut pertumbuhan malah menjadi negatif 0,4%. Kepesimisan Sri Mulyani dalam skenario terburuk didasarkan atas penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan akibat perusahaan mengalami kesulitan karena pendapatan anjlok, bahkan negatif.

Selain itu, anjloknya pertumbuhan ekonomi hingga diprediksi menjadi minus---juga disebabkan karena menurun drastis konsumsi rumah tangga hingga 3,22%, investasi yang ditarget tumbuh 6%, merosot ke 1% bahkan negatif 4%. Namun dalam konsumsi pemerintah, Sri Mulyani mengatakan akan mempertahankan meskipun defisit anggaran akan lebih besar.                               

Selain itu, rontoknya pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi asumsi makro ekonomi yaitu turunnya Indonesia Crude Price (ICP) berada di level 31 dollar per barel sedangkan dalam APBN 63 dollar per barel. Jika dimasukkan asumsi satu dollar menjadi Rp.20.000,-, inflasi 5,1%, maka Produk Domestik Bruto (PDB) yang diasumsi sebesar Rp.17.464,7, triliun turun menjadi Rp.16.574,9 triliun.

Dengan indikator ekonomi di atas maka defisit anggaran akan melebihi yang diijinkan oleh UU yakni 3% terhadap PDB, namun melebarnya defisit hingga melampoi yang dibolehkan dalam UU, kemudian diatasi dengan Perppu no 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, defisit bisa sampai 5,07% selama 3 tahun ke depan.

Sejatinya, apa yang disampaikan oleh Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) malah akan menambah sentimen negatif publik terhadap kemampuan pemerintah mengatasi kemerosotan fiskal dan moneter akibat pandemi Covid-19. Lebih baik jika semua indikator ekonomi makro yang dihadapi pemerintah sekarang ini dibicarakan oleh tim ekonomi di kabinet dan dicarikan solusinya agar krisis ini tidak merambah kemana-mana.

Jika pada krisis tahun 1997/1998 kita mengalami krisis ekonomi menyangkut fiskal dan moneter, maka akibat  pandemi Covid-19 yang membatasi gerak manusia bahkan manusia tidak boleh bergerak (dirumah-aja), akan sangat mungkin krisis ekonomi merambah ke berbagai krisis lainnya.

Hendaknya pemerintah sungguh-sungguh menangani pandemi Covid-19 yang akibat dari pandemi ini adalah  nyawa manusia sudah terjadi di Italy, Amerika, Spanyol---tentu kita lihat juga fatalistik yang kecil karena penanganan yang serius seperti terjadi di Singapura, Korea Selatan.

Di tengah kebuasan virus corona memporakperandakan dunia dan negeri ini, pernyataan juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bahwa proses pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur terus berjalan (25/3)---pernyataan ini sangat tidak relevan dengan masalah yang sedang dialami bangsa Indonesia yakni keterpurukan luar biasa di bidang ekonomi akibat pandemi Covid-19. Agak janggal jika masih memikirkan pindah ibukota ditengah pandemi Covid-19 yang menimpa masyarakat yang sangat dahsyat dampaknya disegala sektor kehidupan dan memerlukan dana yang luar biasa besar pula untuk mengatasinya.

Namun demikian, dua hari setelah jubir Menko Maritim dan Investasi menyampaikan tentang kelanjutan proyek pindah ibukota, tanggal 27 Maret, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa akan membuka rekening donasi dari masyarakat dalam mengatasi dampak dari wabah Covid-19. Rupanya keuangan pemerintah kurang cukup untuk membiayai perang dengan Corona hingga butuh dana dari publik, dan menjadi ambigu di tengah pandemi ini masih memikirkan pindah ibukota yang konon memerlukan dana 480 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun