Mohon tunggu...
Erta Qurrota ayun
Erta Qurrota ayun Mohon Tunggu... mahasiswa ilmu komunikasi universitas UIN sunan kalijaga 24107030020.

musik untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Trip

trip merapi bareng pak mahfud dan acommastu!

14 Juni 2025   10:07 Diperbarui: 14 Juni 2025   10:07 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(dokumentasi pribadi (sumber:dokumentasi pribadi))

Kegiatan kuliah biasanya identik dengan kelas, presentasi, tugas makalah, atau diskusi di ruangan. Tapi kali ini, mata kuliah yang diasuh oleh Pak Mahfudz memberi pengalaman yang benar-benar berbeda. Bukan di dalam kelas, bukan juga lewat Zoom. Kami diajak untuk melakukan trip ke Gunung Merapi. Bukan sekadar jalan-jalan, tapi juga sebagai bentuk pembelajaran lapangan. Dan yang bikin unik, kami semua berangkat naik motor bareng-bareng satu kelas! Hari itu, pagi-pagi kami sudah berkumpul dengan jaket tebal, helm di kepala, dan tas ransel berisi bekal dan air minum. Pak Mahfudz pun ikut bersama kami, lengkap dengan motornya. Dari awal saja, rasanya udah beda. Energinya semangat, suasananya akrab, dan kami semua udah kebayang serunya perjalanan ini. Tujuannya bukan hanya refreshing, tapi juga menelusuri jejak sejarah dan budaya di lereng Merapi.

Destinasi pertama kami adalah Museum Mbah Maridjan, adalah tokoh legendaris yang dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi. Begitu kami sampai di sana, suasananya langsung terasa khidmat. Museum ini menyimpan banyak sekali benda-benda peninggalan dan kisah hidup almarhum Mbah Maridjan yang sangat lekat dengan Merapi dan spiritualitas Jawa. Di sini, Pak Mahfudz menjelaskan banyak hal soal relasi antara manusia dan alam, terutama bagaimana masyarakat lereng Merapi hidup berdampingan dengan bencana, tapi tetap memegang teguh nilai-nilai lokal. Kami semua menyimak, sambil sesekali saling tukar pendapat. Rasanya seperti kuliah beneran, tapi jauh lebih hidup.

Perjalanan dilanjutkan ke sebuah kafe milik kerabat Pak Mahfudz yang juga punya nilai sejarah. Di kafe itu, kami istirahat sambil menyeruput kopi hangat dan melihat-lihat foto-foto lawas serta ornamen khas Merapi yang menghiasi interior kafenya. Di sana, Pak Mahfudz bercerita soal bagaimana tempat itu dulu sempat terkena dampak erupsi, lalu dibangun kembali dengan semangat untuk tetap menjaga nilai tradisi dan keberlanjutan. Duduk-duduk di sana, sambil ngobrol dan diskusi ringan, bikin suasana makin akrab. Rasanya seperti belajar sambil nongkrong tapi tetap bermakna. Setelah cukup istirahat, kami kembali tancap gas menuju destinasi selanjutnya: Bunker Kaliadem. Jalannya mulai menanjak, berkelok, dan udara terasa makin sejuk. Beberapa di antara kami bahkan sempat berhenti sejenak di pinggir jalan, cuma buat nikmatin pemandangan. Hijaunya lereng Merapi, suara burung, dan hawa segar khas pegunungan bikin hati tenang. Di atas motor, kami bisa ngobrol bebas, saling teriak antar motor, dan tentu saja bercanda sepanjang jalan. Bagi kami, ini bukan cuma tugas kuliah. Ini perjalanan yang terasa personal dan penuh kesan.

(dokumentasi pribadi (sumber:dokumentasi pribadi))
(dokumentasi pribadi (sumber:dokumentasi pribadi))
Begitu sampai di Bunker Kaliadem, kami disambut pemandangan luar biasa. Gunung Merapi terlihat jelas, berdiri kokoh, dengan kepulan awan tipis di puncaknya. Meski gunung itu menyimpan banyak cerita duka, tapi juga punya daya tarik yang sulit dijelaskan. Bunker ini dulunya jadi tempat perlindungan saat erupsi, tapi sekarang jadi salah satu spot wisata edukatif yang sering dikunjungi. Kami sempat masuk ke dalam bunkernya, melihat-lihat isi ruang sempit dan membayangkan betapa mencekamnya saat digunakan di masa lalu. Di titik ini, suasana belajar jadi lebih dalam. Banyak dari kami mulai berdiskusi serius tentang mitigasi bencana, sejarah letusan Merapi, peran masyarakat lokal, dan bagaimana Merapi membentuk karakter sosial-budaya masyarakat sekitarnya. Tapi diskusi itu terjadi begitu saja, alami, sambil duduk-duduk, sambil foto-foto, atau bahkan sambil minum teh botolan di warung sekitar. Itulah hal yang membuat perjalanan ini berbeda ilmu yang hidup di tengah pengalaman langsung.

Yang paling seru adalah ketika tiba-tiba kabut turun perlahan, dan hujan rintik mulai turun. Tapi, bukannya buru-buru cari tempat berteduh, kami malah semakin semangat menikmati suasana. Dari speaker bluetooth, teman kami mulai memutar musik. Lagu-lagu santai hingga beat yang bikin semangat diputar satu per satu. Kami pun mulai joget-joget kecil, ketawa-ketawa, dan saling guyur air hujan sambil main lempar-lemparan tepung warna yang udah disiapin dari awal. Suasana langsung berubah jadi meriah. Warna-warni tepung beterbangan di udara, menempel di jaket, wajah, bahkan helm. Hujan dan kabut bikin semuanya terasa mistis tapi seru. Bahkan, kami sampai berlarian muter-muter di bundaran kecil di area bunker, sambil nyanyi rame-rame dan teriak-teriak lepas. Lelah? Pasti. Tapi puasnya nggak bisa digambarkan.

(persiapan keberangkatan trip (sumber: dokumentasi pribadi))
(persiapan keberangkatan trip (sumber: dokumentasi pribadi))
Di perjalanan pulang, kami kembali konvoi motoran, kali ini dengan baju penuh tepung dan basah kuyup. Tapi semua tetap tertawa. Sambil jalan, kami ngobrol, bercanda, bahkan ngerencanain kapan bisa jalan-jalan bareng lagi. Trip ini bukan hanya nambah pengetahuan, tapi juga nambah rasa kebersamaan satu kelas. Kami yang tadinya cuma saling sapa di kelas, kini jadi punya cerita bareng yang nggak akan pernah hilang dari ingatan. Belajar memang bisa dari mana saja. Tapi belajar sambil merasakan langsung, sambil tertawa, sambil berkeringat dan basah-basahan, memberi makna yang jauh lebih dalam. Trip bareng Pak Mahfudz ke Merapi ini bukan hanya jadi salah satu tugas kuliah paling menyenangkan tapi juga salah satu kenangan paling indah selama kami jadi mahasiswa.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun