Mohon tunggu...
Nol Deforestasi
Nol Deforestasi Mohon Tunggu... Petani - profil
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nusantara Hijau

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Indonesia Pacu Kendaraan Ramah Lingkungan

2 April 2019   17:51 Diperbarui: 2 April 2019   18:24 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: eljohnnews.com

Mengikuti tren global, Indonesia tengah mendorong industri otomotif dalam negeri untuk merealisasikan pengembangan kendaraan rendah emisi atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Di dalam negeri ditargetkan setidaknya 20% kendaraan yang diproduksi pada 2025 adalah kendaraan rendah emisi.

Lantas apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan mimpi yang merupakan bagian dari upaya pengurangan emisi karbon global tersebut?

Saat ini pemerintah tengah menyusun perubahan skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor demi mendorong produksi dan ekspor industri otomotif khususnya kendaraan beremisi rendah.

Yang menarik, dalam aturan baru ini PPnBM tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, namun pada emisi yang dikeluarkan. Artinya, semakin rendah emisi, maka semakin rendah pula tarif pajak kendaraan. Tidak hanya itu, jika sebelumnya insentif hanya diberikan kepada kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau, dalam aturan baru insentif juga akan diberikan kepada kendaraan jenis hybrid electric vehicle, plug in HEV, flexy engine dan electric vehicle.

"Insentif baru yang dikeluarkan pemerintah ini disederhanakan menjadi berbasis emisi. Skema harmonisasi ini diharapkan bisa mengubah kendaraan produksi dalam negeri menjadi rendah emisi, meningkatkan investasi dan memperluas pasar ekspor," jelas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, beberapa waktu lalu.

Airlangga Hartarto | jpp.go.id
Airlangga Hartarto | jpp.go.id
Usulan rencana perubahan aturan ini sendiri telah disampaikan Menteri Keungan Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan dengan Komisi XI DPR.

Dalam usulan yang baru, pengkategorian kendaraan, khusus mobil penumpang, dibuat menjadi jauh lebih sederhana, yakni hanya ada dua, kendaraan di bawah 10 penumpang dan kendaraan di atas 10 penumpang. Perhitungan tarif utamanya ditentukan oleh besaran emisi karbon. Dalam hal ini, semakin rendah emisi karbon maka tarifnya PPnBM akan semakin tinggi, yaitu bisa mencapai 70%.

Sementara, bagi kendaraan bermotor yang masuk kategori beremisi karbon rendah (LCEV) atau ramah lingkungan tarif PPnBM-nya bisa 0%.

Rencananya, aturan baru itu akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang akan terbit tahun ini. Sementara implementasi tarif baru akan dimulai pada 2021 demi memberikan waktu bagi para pemangku kepentingan industry otomotif untuk mempersiapkan diri.

Jika sukses, insentif bagi kendaraan beremisi rendah karbon ini akan berkontribusi dalam membantu capaian target National Determined Contribution (NDC) Indonesia sebesar 29%, atau 41% dengan bantuan luar pada 2030, berdasarkan komitmen Indonesia dalam Persetujuan Paris.

Efektifkah?

Pertanyaannya, apakah rencana ini efektif? Adakah instrumen fiskal lain yang lebih efektif dan tidak membebani penerimaan negara?

emisi karbon. kabar24.bisnis.com
emisi karbon. kabar24.bisnis.com
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin memandang, potongan PPnBM untuk LCEV terutama kategori kendaraan listrik tak signifikan dibanding biaya yang timbul saat memproduksi LCEV.

Menurutnya perlu ada terobosan pajak karbon sebagai cukai dengan skema tax feebate atau tax rebate. Dengan skema ini, cukai karbon dipungut dari kendaraan yang tak mampu memenuhi standar karbon dan kemudian diberikan sebagai insentif bagi kendaraan rendah karbon sesuai level gram karbondioksida per kilometer (grCO2/km).

"Kendaraan dengan grCO2/km melebihi standar, setiap kelebihan dikalikan dengan cukai karbon yang dihitung sama dengan harga teknologi untuk menurunkan CO2. Ia harus dibayarkan sebagai cukai karbon dan jadi bagian dari biaya produksi kendaraan. Sebaliknya, bagi kendaraan di bawah standar, setiap penurunan akan dikalikan dengan harga teknologi untuk menurunkan CO2. Hasilnya diberikan sebagai insentif," terang dia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, skema yang ideal untuk mengurangi emisi karbon kendaraan bermotor adalah dengan mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Cukai dinilai sebagai instrumen yang tepat karena karakteristik objek cukai antara lain konsumsinya harus dibatasi atau dikendalikan dan memiliki dampak negatif.

Skemanya adalah semakin rendah emisi karbon maka cukai semakin rendah (cukai sejumlah tertentu, baik spesifik maupun ad valorem (pembebanan pajak impor menurut nilai, tidak menurut timbangan, ukuran, atau satuan) atas grCo2/km dan sebaliknya.

"Pengenaan cukai atas emisi karbon ini sering disebut "double dividend" karena selain mendatangkan tambahan penerimaan negara, juga mendorong kelestarian lingkungan," jelasnya.

Acuan:
Perluasan insentif PPnBM kendaraan akankah efektif tekan emisi karbon?
Pemberian insentif terhadap pengurangan emisi karbon jadi tren global
Insentif pajak kini mengacu mobil rendah emisi bukan kapasitas mesin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun