Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Tajamnya Jari Masyarakat Milenial

18 Juli 2018   21:14 Diperbarui: 18 Juli 2018   21:34 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Siapa yang tak tau Twitter? Bagi Anda pengguna internet pada tahun 2000-an tentu saja familiar dengan media sosial yang satu ini. Media sosial yang berlogo burung berwarna biru ini ternyata sempat mati suri, pasalnya banyak pengguna Twitter yang beralih menggunakan Instagram. Menurut para pengguna media sosial di Indonesia, dari usia 15-30 tahun mereka lebih menyukai media sosial Instagram karena jauh lebih asyik dan dapat mengunggah foto atau video. 

Di era milenial ini, banyak yang memanfaatkan Instagram untuk berbagi inspirasi dan masih banyak lagi. Namun rupanya Twitter tak sepenuhnya ditinggalkan oleh para peminatnya seperti halnya para politisi, artis dan para anak muda yang masih aktif menggunakan Twitter hingga saat ini.

Twitter terus berinovasi dan melakukan pembaruan pada sistem dan fitur didalamnya. Sebelum Instagram memiliki fitur untuk menambahkan GIF dan polling, justru Twitter-lah yang terlebih dulu memiliki kedua fitur tersebut. Twitter juga membatasi 140 karakter pada cuitannya, namun berbahagialah para penggunanya karena kini karakter pada Twitter menjadi 280 karakter. Kita dapat menulis cuitan lebih panjang dari biasanya. 

Namun sayang, dibalik tampilan baru Twitter, ada hal yang membuat para pengguna Twitter menangis. Ujaran kebencian (hate speech) tak kunjung berhenti hingga saat ini. Cuitan demi cuitan terus ditulis hanya untuk menjatuhkan satu belah pihak. Bahkan kasus ujaran kebencian (hate speech) ini sampai dilaporkan kepihak yang berwenang. Seperti yang sudah tertulis pada UU ITE pasal 28 ayat (2) yang berbunyi "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Sebenarnya ujaran kebencian (hate speech) tak hanya dilakukan pada Twitter namun juga terjadi pada Facebook. Seperti contoh kasus Alexander Aan yang diadili di Pengadilan Muaro Sumatera Barat tahun 2012, berdasarkan putusan No. 45/PID.B/2012/PN.MR ia dihukum 2 tahun 3 bulan penjara serta denda 100 juta karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 

"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)" berdasarkan putusan pengadilan ia terbukti telah membuat akun Facebook terdakwa (Group Ateis Minang) yang bernama Alex Aan, email indesgate@yahoo.co.id berupa tulisan menghina agama.

Tak hanya ujaran kebencian (hate speech), penyebaran berita palsu (hoax) juga kini meresahkan masyarakat seperti contoh yang baru-baru ini beredar yaitu kabar mengenai dampak bermain Handphone terlalu lama mengakibatkan pembuluh darah pada mata pecah. Menurut Dokter Ferdiriva Hamzah, foto yang beredar bukan akibat dari bermain handphone tetapi secara istilah medis namanya Subconjunctival Bleeding. 

Tidak berbahaya sama sekali karena 2 minggu darahnya sudah terserap sendiri. Hal ini biasa terjadi akibat menggosok mata terlalu kencang, kelainan darah, minum pengencer darah, bersin atau batuk terlalu kuat. Cara mengobatinya hanya perlu dikompres air hangat dan diberi pelembab mata. Dari kejadian ini, rupanya masih banyak masyarakat yang tidak tahu bagaimana menanggulangi atau mengetahui ciri-ciri kebenaran berita yang tersebar. 

Disatu sisi penyebaran informasi hoax sangatlah cepat. Berita hoax dapat tersebar dengan cepat karena tingkat penetrasi pengguna internet di Indonesia yang tinggi, pada tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa atau 54,68 persen dari 262 juta jiwa penduduk negeri ini. Angka yang terus meningkat dari tiap tahunnya. Maka dari itu sangat dibutuhkan peran dari pemerintah dan pihak kepolisian dalam menganggulangi masalah ini. 

Belum lama ini pihak kepolisian sedang gencar memasang pamflet di pinggiran jalan yang berisi himbauan untuk melawan hoax. Berikut tata caranya, yang pertama baca informasi secara utuh. Lihat lebih detail dan teliti isinya. Kedua, tanyakan kepada penyebar informasi dan konfirmasi dari mana asal informasi tersebut. Ketiga, cek sumber informasi. Apakah dari media yang kredibel. Yang terakhir, pastikan melalui Search Engine. Apakah ada informasi yang sama. Diharapkan dengan adanya pamflet tersebut masyarakat dapat mencegah tersebarnya berita palsu (hoax).

Apabila Anda menemukan informasi hoax, maka cegahlah dengan melaporkan berita hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun