Kekuatan Tabola Bale justru terletak pada kemampuannya menembus batas-batas sosial dan geografis. Anak-anak muda dari Timur yang selama ini dianggap berada di pinggiran, kini tampil di pusat perhatian. Mereka membuktikan bahwa kreativitas lokal mampu mengguncang istana sekaligus menguasai algoritma media sosial.
Namun pengakuan budaya tidak selalu berarti keadilan sosial. Lagu mereka dirayakan, tarian mereka ditiru, tetapi apakah akses pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan di wilayah mereka juga ikut naik?
Di sinilah komunikasi kritis mengingatkan: budaya populer sering menjadi cermin yang memantulkan kebahagiaan simbolik, tapi kadang menyembunyikan ketimpangan struktural di baliknya.
Menutup dengan Refleksi
Tabola Bale adalah bukti betapa kuatnya daya hidup budaya lokal. Ia bukan sekadar hiburan, melainkan pernyataan eksistensi dan kebanggaan. Namun, jika kita ingin merayakan lagu ini sepenuhnya, maka penghargaan terhadap budaya harus disertai dengan komitmen nyata: memastikan anak-anak dari Timur tidak hanya diundang untuk bernyanyi di istana, tapi juga diberi ruang yang adil untuk maju dan sejahtera.
Indonesia yang bahagia bukan hanya yang bisa menari bersama, tetapi juga yang bisa tumbuh bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI