Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sumitronomics dan Janji 8 Persen: APBN 2026 Antara Mimpi Besar dan Ujian Realitas

23 September 2025   14:50 Diperbarui: 24 September 2025   08:04 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Paripurna DPR, sumber: Kompas.com

Di ruang sidang paripurna DPR yang penuh sorot kamera, Menteri Keuangan Purbaya melangkah ke podium seperti seorang koki yang hendak memamerkan resep rahasia. Namun yang ia sajikan bukan menu kuliner, melainkan menu fiskal: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, resep ekonomi pertama era Presiden Prabowo Subianto. Di balik tumpukan angka triliunan rupiah, ia mengusung sebuah nama , Sumitronomics, tiga pilar yang dijanjikan akan membawa Indonesia tancap gas: pertumbuhan tinggi, pemerataan, dan stabilitas nasional.

Angka yang ditembakkan Purbaya sontak membuat banyak ekonom mengerutkan kening: pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam jangka menengah. Sebuah target yang berani, bahkan nyaris nekad, mengingat Indonesia selama dua dekade terakhir nyaman di kisaran 4-6 persen.

"Korea Selatan, Singapura, dan Tiongkok pernah mencapainya," katanya mantap, seolah ingin meyakinkan bahwa sejarah berpihak pada yang berani.

Benar, negara-negara itu sempat menikmati "keajaiban pertumbuhan" sebelum naik kelas menjadi negara maju. Tapi sejarah juga mencatat bahwa keajaiban itu tidak jatuh dari langit.

Korea Selatan menempuh reformasi industri yang brutal, Singapura melakukan deregulasi radikal, dan Tiongkok menggabungkan investasi infrastruktur masif dengan disiplin fiskal ketat. Apakah Indonesia kini berada di titik start yang sama? Pertanyaan itu menggantung di udara, tak kalah penting dari angka yang dipajang di layar.

Untuk mengejar mimpi besar itu, APBN 2026 dirancang bak mesin turbo. Total belanja negara dipatok Rp3.842,7 triliun, sementara pendapatan ditargetkan Rp3.153,6 triliun. Artinya, pemerintah siap menanggung defisit Rp689,1 triliun atau sekitar 2,68 persen dari PDB.

"APBN bukan sekadar kantong belanja, tapi pengungkit pertumbuhan," tegas Purbaya.

Pemerintah menyiapkan tax holiday, potongan pajak riset, hingga pemindahan dana kas Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank Himbara agar kredit bisa mengalir lebih deras ke sektor riil. Ibarat memindahkan air dari tangki raksasa ke keran-keran rumah, uang negara diharapkan tidak diam saja di brankas, tetapi cepat menyiram lahan ekonomi yang haus modal.

Agenda belanja prioritas menggabungkan janji kampanye dengan kebutuhan struktural. Program makanan bergizi gratis, ikon kampanye Prabowo, mendapat alokasi Rp335 triliun. Pendidikan menjadi jawara dengan Rp769,1 triliun, dana terbesar sepanjang sejarah, untuk gaji guru hingga beasiswa. Kesehatan diguyur Rp244 triliun, ketahanan pangan Rp164,7 triliun, dan ketahanan energi Rp402,4 triliun. Belanja sosial pun tak ketinggalan, Rp508,2 triliun disiapkan agar jaring pengaman kemiskinan lebih kuat. Di atas kertas, angka-angka ini seperti perayaan: negara hadir, rakyat diperhatikan.

Namun setiap triliun punya konsekuensi. Defisit yang melebar berarti utang baru, dan utang berarti kewajiban membayar bunga. Pertanyaannya, apakah lonjakan belanja ini cukup menyalakan mesin pertumbuhan delapan persen atau justru menyiapkan bom waktu fiskal? APBN bukan sekadar tabel Excel raksasa, tapi harapan yang menempel di dapur keluarga, ruang kelas, dan sawah-sawah desa. Pemerintah bisa menulis angka setinggi langit, tetapi dampaknya akan diukur dari seberapa cepat uang itu menyentuh tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun