Sejak pertama kali ditemukan, makna petasan memang demikian. Berasal dari bangsa Tiongkok pada abad ke-9, petasan lazim digunakan untuk berbagai acara, seperti pernikahan, upacara kematian, dan perayaan keagamaan.
Abad ke-15, orang China mengarungi samudera untuk berdagang ke Nusantara. Lambat laun, budaya bermain petasan itu terasimilasi hingga sekarang. Sebagai simbol kegembiraan atau ekspresi kebahagiaan kultural.
Ketiga, mempererat hubungan keluarga. Bermain petasan bersama keponakan akan membuat relasi terjalin semakin erat. Saya ingat, waktu kecil, Bapak saya dulu membelikan saya petasan.
Perasaan saya girang bukan kepalang. Meskipun kala itu saya tidak diperbolehkan memegang petasan, tetapi melihat petasan meledak saja sudah bikin hati gembira. Dan tentu saja, itu membangun kedekatan saya dengan Bapak.
Kendati punya beberapa manfaat, saya tidak bosan-bosan mengingatkan pembaca. Petasan hanya boleh dimainkan dengan bersikap ekstra hati-hati. Jangan gegabah, jangan pula kebablasan.
Saat bermain dengan anak kecil juga diperlukan pengawasan ekstra ketat. Beri edukasi secukupnya sehingga petasan tidak sampai membuat Si Kecil ketagihan. Hanya aktivitas mengisi waktu luang saja, sama seperti permainan yang lainnya.
Kalau sudah begitu, barulah boleh bermain petasan. Setuju, ibu-ibu? [Adhi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H