Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sahur Keliling, Hiburan Masa Kecil yang Tak Biasa Lagi

7 April 2023   23:55 Diperbarui: 7 April 2023   23:59 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sahur keliling (sumber: Kompas.com/Syahrul Munir)

“Bu, sahur nanti, aku keliling sama temen-temen, ya!”

Dahi Ibu mengernyit. Tatapannya bimbang. Ia sadar, anak lelaki semata wayangnya mulai beranjak remaja. Tahun ini sudah naik kelas enam. Bermain di jalanan bersama teman-teman sudah menjadi bagian dari keseharianku belakangan ini.

Tak terkecuali di bulan Ramadan. Sore main bola, malam tarawih bareng anak kampung sebelah. Konsol gim 16 bit merk SEGA yang dua tahun lalu jadi kado ulang tahunku, lama-lama mulai jarang tersentuh.

Kebimbangan Ibu bukan tanpa alasan. Sebagai orangtua, Ibu wajib menjaga keselamatan anak-anaknya. Termasuk keselamatanku. Memberi buah hati izin bermain di jalan saat dini hari bukanlah perkara gampang. Jelas saja, Ibu khawatir.

“Cuma di pos ronda, kok. Deket,” kataku meyakini Ibu. Parasku memelas.


Ibu masih terdiam. Seperti sedang menimbang-nimbang. Berhitung-hitung, apakah izin sahur keliling pantas diberikan. Di hadapannya, aku masih memasang tampang memelas.

Semenit berlalu, akhirnya Ibu buka suara.

“Sama siapa aja?” tanya Ibu.

“Sama Rahmat, sama Randi, sama Ato,” jawabku.

“Ya, sudah. Tapi jam empat udah balik ke rumah, ya.”

Akhirnya!

Aku bersorak gembira seraya berlari ke kamar mandi. Buru-buru kugosok gigi, ganti baju, lalu masuk ke kamar. Tidur lebih awal. Supaya bisa bangun jam tiga. Supaya bisa sahur keliling kompleks bersama teman-teman sebaya.

Sahur Keliling

Perasaanku selalu diliputi rasa senang saat Ramadan. Apalagi kalau ingat-ingat masa kecil dulu. Sahur keliling menjadi aktivitas favoritku. Selain bisa bermain bersama teman sepantaran pagi hari buta, aku juga bisa membangunkan orang-orang untuk bersahur.

Pembaca yang budiman. Ada satu rahasia. Aku beri tahu sekarang. Tapi, jangan bilang-bilang Ibuku, ya!

Sebenarnya jarak bermainku bukan hanya sebatas pos ronda. Daya jelajahku saat sahur keliling bisa lebih jauh dari itu. Tepatnya sampai kampung sebelah.

Bukan apa-apa. Teman-teman sekelasku dulu banyak yang tinggal di kampung sebelah. Sementara aku tinggal di kompleks. Saking ngebetnya aku bermain, jalan kaki dua kilometer ke kampung sebelah pun berani kujabani.

O, ya. Ada satu hal lagi yang membuatku demen sahur keliling. Aku bisa jajan di kedai Mang Juna yang buka dua puluh empat jam. Mang Juna juga selalu sedia lemper. Para pemuda tanggung dan penjaga pos ronda biasanya sahur di sana.

Keren betul, pikirku.

Namanya juga anak-anak. Melihat orang dewasa bisa keluyuran tengah malam sesukanya, bagiku itu keren. Tidak seperti aku yang harus minta izin tiap kali hendak melangkahkan kaki keluar dari rumah sendiri.

Saking senengnya keluar rumah, terkadang aku lupa waktu. Pernah suatu saat aku keasyikan main kentongan di depan pos ronda. Sampai-sampai lupa, waktu imsak tinggal lima menit lagi. Hingga akhirnya disadarkan oleh Pak Budi, yang baru saja menyelesaikan sahurnya.

Aku terbirit-birit pulang ke rumah. Eh, sial. Azan sudah berkumandang. Jadilah aku gagal sahur hari itu. Ibu lantas memarahiku yang sudah ingkar janji. Janji jam empat pulang, sampai rumah baru jam lima.

Apa yang terjadi selanjutnya mudah ditebak. Siang harinya aku batal puasa. Kelaperan lantaran alpa sahur. Ibu juga tidak memberiku izin sahur keliling pada esok malam. Butuh lima hari meyakini Ibu hingga akhirnya aku dibolehkan lagi sahur keliling.

Jadi Tak Biasa

Beberapa hari lalu aku iseng bertanya kepada kakakku. Apakah sekarang anaknya masih memegang teguh budaya sahur keliling?

Jawaban Kakak membuatku menganga. Katanya, anaknya tidak pernah meminta izin untuk sahur keliling. Katanya lagi, setelah santap sahur, biasanya anaknya bermain gim atau nonton YouTube di ponsel, hingga azan Subuh berkumandang.

Aku bertanya lagi. Seandainya keponakanku itu meminta izin sahur keliling, apakah Kakak membolehkan?

Kakakku menjawab dengan dua kata, “Tentu tidak.”

Faktor keamanan dan keselamatan yang melatari Kakakku berkata tidak. Di kompleksnya, baru-baru ini ada kasus pencurian sepeda motor. Kakakku tentu tidak akan mengambil risiko membiarkan anaknya menjadi incaran para penjahat.

Main gim atau nonton YouTube di rumah jauh lebih aman. Apalagi sekarang zaman susah. Aturan pembatasan kerumunan baru saja dicabut Pemerintah setelah dua tahun terakhir bergumul dengan pandemi.

Dari sana, aku tersadar. Sahur keliling yang biasa, kini menjadi tidak biasa.

Terutama di area perkotaan. Dugaanku, itu tidak berlaku di desa-desa yang daya beli dan ekonomi masyarakatnya pasti di bawah orang kota.

Anak-anak desa pasti jarang atau bahkan belum pernah mengakses ponsel. Sehingga hiburannya masih bertumpu pada aktivitas tatap muka. Termasuk sahur keliling.

Dari cerita itu pula, aku bersyukur. Untung saja aku tumbuh remaja di era 90-an. Era ketika segala macam hiburan masih bergantung pada kegiatan tatap muka. Termasuk sahur keliling.

Sekarang, budaya sahur keliling sudah kian memudar. Tahun lalu, Pemkot Surabaya bahkan melarang warganya melakukan sahur keliling. Membangunkan sahur cukup dengan pengeras suara di masjid.

Memang, sih, alasan Pemkot Surabaya melarang sahur keliling adalah mencegah penyebaran Covid-19. Dapat dipahami, lantaran kala itu aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum dicabut. Tapi tetap saja, budaya sekaligus hiburan yang subur sejak dulu, kini tengah mengalami degradasi.

Hiburan yang dulu biasa dilakoni, kini jadi tak biasa lagi. Itulah sahur keliling. Ada lagi? [Adhi]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun