Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lentera Pendidikanku Bernama Ibu

6 Desember 2020   20:29 Diperbarui: 6 Desember 2020   20:45 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu tengah menggendongku pada acara perayaan ulang tahun pertamaku. Sumber: dokumentasi pribadi.

Ibu tidak pernah sesedih ini. Biasanya ia hanya mengangguk setiap kali aku meminta sesuatu. Kalaulah apa yang kupinta belum sanggup Ibu penuhi, ia hanya tersenyum seraya mengajakku bersabar.

Namun kali ini tidak. Sekuat apa pun rahangnya dikatupkan, bulir air matanya tetap pecah membasahi pipinya. Ibu menangis. Dengan berat hati ia harus mengubur cita-cita anak bungsunya yang telah dipendam sedari TK.

“Sebenarnya Ibu bisa saja membiayaimu kuliah kedokteran. Sampai lulus.” Ibu memulai percakapan sambil mengelus rambutku.

“Tapi, Ibu khawatir. Seandainya Ibu berpulang saat kamu kuliah nanti, Ibu takut kamu putus kuliah dan tidak jadi apa-apa,” lanjut Ibu. “Kamu tahu sendiri, Bapak sedang sakit dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.”

Aku menunduk. Diam seribu bahasa. Aku tak menyangka mimpiku menjadi seorang abdi sehat, yang kupikir bakal menyenangkan hati Ibu, ternyata malah membuat Ibu cemas dan menangis.

“Kamu sudah dewasa. Sekarang, Ibu kembalikan… kepada dirimu,” kata Ibu terbata-bata. “Kamu tetap ingin jadi dokter?”

Aku masih terdiam. Meremas tangan Ibu erat-erat. Tanpa sadar, pipiku terasa hangat dibanjiri air mata. Kami pun berpelukan.

***

Jika ditanya pelajaran terbaik apa yang aku peroleh dari sosok seorang Ibu, maka tanpa ragu aku pasti bakal menceritakan kisah di atas. Kisah ketika aku berada di persimpangan jalan yang bakal menentukan nasibku pada masa depan.

Mau kuliah jurusan apa?

Saat itu pilihannya ada dua. Tetap mengejar mimpi menjadi dokter dengan biaya selangit? Atau banting setir menjadi sarjana ekonomi yang biayanya jauh lebih rendah dan berpeluang diterima kerja di mana-mana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun