Mohon tunggu...
Nyak OemarAyri
Nyak OemarAyri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tidak berbakat di bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Etnosentris? Benar atau Salah?

8 Juli 2020   11:27 Diperbarui: 22 Februari 2021   00:21 2597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajar rasanya jika seseorang yang berasal dari suatu kelompok, ras, dan suku bangsa tertentu akan muncul rasa cinta dan bangga kepada kelompoknya serta terhadap budaya yang mereka miliki, hal ini sebenarnya memberikan dampak yang sangat positif bagi keberlangsungan komunitasnya di masa depan, generasi muda yang cinta akan identitas lokalnya sangat berperan sebagai pemegang estafet dalam lingkup menjaga kelestarian dari kebudayaan yang mereka miliki, namun hal ini juga bukan berarti menjadi tembok penghalang untuk mereka generasi muda menerima kemajuan zaman seperti yang saat ini terjadi.

Kita semua paham bahwa kebudayaan yang diwariskan oleh para leluhur kita kerap kali memiliki nilai seni, filosifi, bahkan religi. Sehingga tidak heran jika pemerintah begitu gencar memberikan perhatian khusus kepada aset negeri yang sangat berharga ini, dengan cara melakukan program-program yang pada intinya bertujuan untuk tetap menjaga eksistensi dari kebudayaan itu sendiri. 

Salah satunya berupa pameran seni, perkenalan budaya dengan melakukan pertunjukkan hingga keluar negeri dan masih banyak lagi yang semua itu merupakan bentuk usaha memperkenalkan budaya kita kepada orang lain serta menghindari dari kepunahan budaya itu sendiri.

Rasa bangga dan kecintaan terhadap suku bangsa, bahasa daerah, serta berbagai macam kebudayaan yang dimiliki bukanlah suatu kesalahan, akan tetapi hal yang demikian dapat mejadi bencana jika dilakukan dengan cara yang berlebihan, maksud dari kata "berlebihan" disini adalah timbulnya rasa ego yang kemudian memberikan penilaian secara pribadi kepada suku bangsa, dan bahasa orang lain dengan penilaian yang lebih rendah dari pada sukunya sendiri. Hal ini dapat menjadi bom waktu jika dibiarkan terus terjadi.


Rasa bangga yang berlebihan seperti inilah yang kemudian condong kepada sikap etnosentris. Jika kita pelajari kembali, istilah etnosentris mulai dikenal pada awal abad ke-20, dan memiliki definisi sebagai sikap atau pandangan yang mengarahkan para pemeluk paham ini untuk menganggap budaya sendiri lebih baik daripada budaya lain dan mereka menilai budaya lain hanya berdasarkan nilai-nilai dan standar budaya sendiri. 


Etnosentris kerap kali menjadi penyebab cara berfikir yang salah tetang budaya sendiri dan budaya kelompok etnis lain di masa lalu. Cara pandang etnosentrisme yang sangat berlebihan itu pernah menjadi pemicu adanya superioritas dan inferioritas yang dicontohkan oleh bangsa Arya terhadap bangsa dan penduduk asli India. Budaya Arya dianggap lebih tinggi karena dianggap masih berkaitan dengan budaya Eropa atau budaya Barat yang dianggap lebih unggul daripada budaya Timur.

Di Indonesia sendiri, paham etnosentris sangat tidak cocok untuk dikembangkan, mengingat negara ini merupakan negara yang majemuk dengan keanekaragaman suku bangsa, dan bahasa, serta adat budaya yang berbeda pula. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa hidup dalam harmoni toleransi sehingga tak heran jika kehidupan pluralisme di Indonesia dinilai kondusif, karena rasa saling menghormati dan menghargai masih dijunjung tinggi sebagai pelindung dari perpecahan. 

Mengingat semakin hari semakin meningkatnya globalisasi, maka pengaruh berupa adanya pertemuan antara budaya satu dengan budaya lainnya yang terkadang saling berasimilasi dan hidup berdampingan menuntut kita untuk belajar mengatasi pemikiran egois kita dan melihat masyarakat manusia dari perspektif yang lebih luas dengan mengakui adanya relativisme budaya, dan tidak menghakimi budaya lain dengan standar budaya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun