Mohon tunggu...
Panji Saputra
Panji Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Makelar Kopi

Sunyi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkhayal Juga Boleh Toh?

15 November 2019   00:21 Diperbarui: 15 November 2019   00:23 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/533043305868261583/

Setiap kita pasti perna berangan-angan akan sesuatu hal. Tentang surga yang kata NU dan Muhammadiya bersungai susu dan bertabur bidadari beribu, misalnya. Atau tentang neraka yang selaluh digunakan kaum beragama untuk menakut-nakuti para abagan yang tidak menjalankan ajaran agama dengan taat dan khitmad. Baca: Clifford Geertz "The Religion of Java".

Berkhayal adalah salah satu cara kita dalam mengekspresikan dan membagun suatu tatanan dunia baru dalam benak kita. Yang bersifat fantasi. Dan bukan tidak menutup kemungkinan itu terjadi. 

Misalnya seorang filsuf dari masa pencerahan abad 18 Marquis de Condorec perna meramalkan bahwa dalam jangka 200 tahun ke depan akan terjadi peningkatan produktivitas dalam bidang manufaktur dan agrikultur, perumahan dan makanan, dan peningkatan substansial dalam jumlah penduduk dan harapan hidup, serta kemajuan pesat di bidang teknologi pengobatan dan penghilangan penyakit (Kramnick 1995: 26-28)

Dan sekarang kita berada fase demikian, dan itu terjadi. Di mana kecepatan informasi dan teknologi melampaui kecepatan cayaha. Mulai dari revolusi teknologi digital, IOT (internet of things) kecerdasan artifisial (AI), Algoritma , Kloning, sampai pada belanja online yang buat kita jadi serba instan. Semua bagai memasuki mimpi ataupun khayalan manusia lampau.

Atau sebagaiman yang di muat dalam koran gaurdain akhir 2016. Di mana Stephen Hawking perna berkhayal dan membangun tatanan dunia baru di tengah binatang-binatang. 

Bahkan Stephen Hawking sampai menyarankan para pemimpin dunia agar bahu-membahu menyiapkan tempat tinggal di planet lain yang entah bagaimana caranya. Karena gelisah dengan ulah dan tingka dari umat manusia yang makin serahka tanpa di sadari mereka mempercepat kiamat bumi yang kita tinggali ini. (Harian IndoProgres)

Sewaktu saya masi duduk di bangku sekolah dasar, para guru setiap kali mengajar, setiap kali mau mengakhiri pelajarannya  dengan memberikan stimulus pengetahuan yang membangkitkan daya imajinasi kita. 

Seperti " kalau besar nanti kalian mau jadi apa?". Para murid pun dalam seketika mulai hanyut dalam khayal mereka masing-masing. Tak terkecuali saya. Mulai dari ingin jadi dokter, astronom, profesor, sampai ada yang berantam hanya karena memperebutkan untuk jadi Power Rangger Merah. Dan para guru sadar akan kepemilikan tubuh muridnya. Tak melarang juga tak paksa. Malahan bertindak sebagai inspirator dalam memberikan stimulus pengetahuan.

Sampai sekarangpun, sebagai mahasiswa semester akhir, saya masi selaluh membangun dunia fantasi. Tapi sebagian para dosen tidak produktif dalam memberikan stimulus pengetahuan. Malahan di bungkam dunia fantasi para mahasiswa dengan doktrin kulminasi yang berputar-putar pada: kalau jadi guru, kalau jadi PNS, kalau jadi pegawai bank. Bahkan untuk berkhayal tingkat tinggi tidak boleh.

Model pendidikan yang perna dikumandangkan oleh ratu Helnina dalam politik kolonial yaitu Politik Etis yang di tulis oleh Van Deventer 1899 waktu itu, ternyata diwarisi oleh sebagian para dosen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun