Mohon tunggu...
Nizar Ibrahim H
Nizar Ibrahim H Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sunyi

Berpikir, bersabar, berpuasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita dalam Pengharapan

22 Juni 2018   14:30 Diperbarui: 22 Juni 2018   16:11 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pikiranku masih tetap sama. Sedikit pun tidak berubah walaupun diterjang kesedihan. Selalu terbayang wajah kedua orang tuaku. Terlihat jelas fisik dan pikirannya yang semakin lemah termakan usia. Dan tetap kupaksakan untuk mencarikan biaya sekolahku. Tetapi, aku sibuk memecahkan persoalan manusia, pencarian hakikat manusia, penolakan atas hidup yang apatis. Hanya satu keyakinaku: Aku harus menjadi manusia seutuhnya!

Esok harinya, kutulis sebuah catatan di kertas dan kuletakkan di atas meja ruang tamu:

Ibu, ayah. Maafkan anakmu. Anakmu ini telah berbuat tidak seperti apa yang kalian harapkan. Aku mengerti benar apa keinginan ibu dan ayah. Tetapi, aku sudah bukan seperti anakmu semasa aku masih kecil, yang tidak mengerti apa-apa selain sekolah dan bermain. Menganggap sekolah adalah tempat untuk menuntut ilmu. Memang benar, aku setuju dengan itu. Namun yang kubutuhkan sekarang adalah jawaban atas kegelisahanku sebagai seorang anak, sebagai lelaki, sebagai seorang Dika, sebagai seorang manusia. Aku ingin mencari tahu siapa aku sebenarnya. Kesuksesanku bukan perihal materi dan sebuah "nama".Tetapi, paham dengan apa yang harus kulakukan sebagai manusia seutuhnya. Jangan khawatir. Tetap kuusahakan kelulusanku tahun depan. Supaya ibu dan ayah tidak memaksakan hari tua untuk mencari segepok uang untuk biaya sekolahku. Izinkan aku menentukan jalan mana yang akan kutempuh. Restui aku untuk terus mencari apa yang harus kudapatkan. Doakan anakmu agar menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menggelisahkanku selama ini. Jangan risaukan aku yang tidak seperti kawan-kawanku. Mereka memilih jalan hidupnya sendiri. Bekerja di tempat yang bagus dan gaji yang cukup tinggi. Sayangnya, bukan itu yang kuingingkan. Izinkan aku belajar dan mencari ilmu yang dianggap tabu oleh beberapa orang. Bahkan tidak penting bagi ibu dan ayah. Aku izin satu minggu ini untuk mempelajari itu. Melihat dunia yang lebih luas dan mendalam. Kebetulan perkuliahan sedang libur satu setengah bulan. Semoga ibu dan ayah mengerti.

Aku beranjak pergi ke salah satu kota di Jawa Tengah yang cukup dekat dengan Jawa Barat. Menuju ke rumah seorang guru filsafat yang dahulu sudah pernah aku berkunjung. Kusengaja tidak mengirimkan catatan via ponsel. Beruntung, ayah sudah cukup paham dengan apa yang terjadi padaku. Aku sedikit merasa tenang.

Sudah beberapa menit aku bersantai di kota orang. Menikmati bangunan yang seakan menyatu dengan alam dan tinggal di dalamnya. Melewati pepohonan, sawah dan perkebunan untuk menuju bangunan itu. Tetapi, masih dalam satu lingkup. Sungguh, luas dan luar biasa tempat ini. Walaupun sudah gelap, gambaran pemandangan masih sangat jelas. Kucoba melihat ponselku. Ada beberapa pesan yang masuk. Salah satunya dari Ibu:

Hati-hati, Dik. Jangan lupa makan. Istirahat secukupnya. Dan jangan tinggalkan sholat. Ibu percaya padamu. Jangan kecewakan ibu dan ayahmu ya. Kalau sudah selesai, segera pulang. Ibu tidak menuntut kamu harus menjadi apa. Asal kamu senang dan bertanggungjawab, ibu ikut senang. Usahakan tetap memberi kabar agar ibu dan ayah tidak khawatir.

Aku tersenyum membacanya. Mataku nyaris berkaca-kaca. Tetapi, rasaku sudah lega. Ibu menanamkan kepercayaannya kepadaku. Dengan kepercayaan itu, semangatku berkembang. Tidak akan kukecewakan kedua orang tuaku, meski bakal dianggap kolot oleh orang-orang. Karena hidup bukan sekedar untuk bertahan hidup. Tetapi, berpetualang melihat dan mencari jawaban atas persoalan-persoalan yang ada, khususnya, diri ini adalah siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun