Mohon tunggu...
Nizam Aulia Rachman
Nizam Aulia Rachman Mohon Tunggu... Mahasiswa - berani hidup

seorang mahasiswa universitas muhammadiyah malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum dan Tata Cara Qadha Puasa Ramadhan

10 Juni 2021   15:11 Diperbarui: 10 Juni 2021   15:25 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Puasa Ramadhan adalah salah satu kewajiban yang harus dijalankan oleh seluruh ummat muslim, Bagi yang memiliki hutang puasa ramadan, wajib menggantinya, wajib mengganti puasa sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Allah SWT berfirman, "maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib baginya mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin" (QS. Al-Baqarah: 184).

Puasa Ramadhan merupakan ibadah puasa yang dilakukan sepanjang bulan suci Ramadhan, dengan jumlah sekira 29 hingga 30 hari. Saat menunaikan ibadah puasa, umat Muslim wajib menahan diri dari lapar, dahaga, serta aneka perbuatan yang dapat membatalkan, dari terbit fajar hingga tenggelam matahari. Pada praktiknya juga terdapat rukun hingga syarat sah untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

Ketika seorang muslim tidak menjalankan puasa pada bulan ramadhan dengan suatu alasan tertentu maka wajib untuk mengganti (Qadha’) puasanya di hari yang lain. wajib bagi yang tak bisa melaksanakan ibadah puasa dalam satu bulan penuh. Bulan Ramadan adalah bulan suci bagi umat Islam. Untuk baca niat dan cara qada puasa Ramadhan tidak jauh berbeda dengan puasa Ramadan. Niat wajib dibaca pada malam hari sebelum puasa di keesokan harinya. Pendapat ini sesuai dengan mahzab Imam Syafi’i. Bacaan niatnya adalah diganti dengan niat qadha puasa Ramadhan, bukan lagi puasa Ramadan. 

Bila sudah memahami bacaan niat dan cara qadha puasa Ramadhan, perhatikan waktu pelaksanaan dan jumlah yang wajib diganti. Waktu pelaksanaan mengganti puasa Ramadan boleh kapan saja, tetapi harus didahulukan daripada puasa sunnah lain, ya. Jumlah yang wajib diganti adalah sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan.

Untuk yang akan mengganti puasa Ramadan, pahami bacaan niat dan cara qadha puasa ramadan yang sesuai tuntunan. Menurut Mazhab Syafi’I, bacaan niat dan cara qadha puasa ramadan adalah wajib berniat di malam hari. Adapun berikut ini adalah bacaan niat qadha puasa Ramadan:

Nawaitu shauma ghadin an qadha’I fardhi syahri Ramadhana lillahi ta'ala.

Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Misalnya, seorang muslim tidak bisa puasa Ramadhan selama 7 hari. Maka ia wajb menggantinya dengan jumlah sama, yakni 7 hari juga. Begitu pula dengan total jumlah lainnya.

Cara qadha puasa Ramadan boleh dilakukan kapan saja. Perlu dijadikan catatan, makruh hukumnya jika mendahulukan puasa sunah daripada puasa qadha. Cara qadha puasa Ramadan dengan mendahulukan puasa sunnah di sini, misalnya puasa Senin dan Kamis. Lalu puasa Syawal, Ayyamul Bidh, Tasu'a, Asyura, Daun, dan lainnya. Cara qada puasa ramadhan juga berbeda pada setiap golongannya, bagi ibu hamil dan Menyusui Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Ahmad, "Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah SWT pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil, dan wanita menyusui."

Cara qadha puasa Ramadan bagi ibu hamil ada ketentuannya. Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari. Sementara satu golongan yang dilarang untuk berpuasa adalah wanita dalam keadaan haid dan nifas. Rasulullah SAW bersabda dalam Hadis Riwayat Bukhari, "Bukankah ketika haid, wanita itu tidak shalat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya."  Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka tetap harus mengganti puasa di kemudian hari. Golongan kedua adalah orang sakit Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, "Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi yang bersangkutan. Meski tidak berpuasa, namun orang tersebut harus membayar puasanya tersebut. 

Golongan ke tiga adalah Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadis riwayat Muslim, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar." Jadi, apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa diizinkan untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun, orang tersebut wajib mengganti puasanya di kemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun