Mohon tunggu...
Nivda Ramadhini
Nivda Ramadhini Mohon Tunggu... Administrasi - Akuntan

on my 3rd years in uni, an international relation student & also a worker in one of company in Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lucinta Luna sebagai Simbol Kecil Intoleransi di Indonesia

28 Juli 2022   17:29 Diperbarui: 28 Juli 2022   17:31 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sikap toleransi antarpenganut agama yang selama ini terbangun seolah lenyap ditelan bumi, berganti dengan sikap intoleransi yang penuh curiga dan saling menyalahkan. Klaim si paling benar menjadi pemandangan yang cukup sering & kian kental, seakan nyaris sulit dan kian rumit untuk diselesaikan. Menurut Misrawi (2012), pluralitas agama, suku, budaya, dan bahasa di Indonesia memunculkan kekhawatiran banyak kalangan, terutama terkait maraknya intoleransi, dan kekerasan Fenomena intoleransi dan konflik bernuansa agama di Indonesia seakan menguatkan kecurigaan bahwa agama sebagai penyebab konflik, pemicu tindak kekerasan, dan beragam perilaku yang terkadang bukan sekadar melahirkan kebencian, tapi juga permusuhan, dan peperangan dahsyat di antara sesama manusia. Menurut Kimball (2013:1), sejarah menujukkan bahwa cinta kasih, pengorbanan, dan pengabdian kepada orang lain sering kali berakar pada pandangan dunia keagamaan. Pada saat bersamaan, sejarah menunjukkan realitas agama yang dikaitkan langsung dengan contoh terburuk sikap dan tindakan manusia. Tak aneh bila kemudian agama di dunia dinilai sebagai sesuatu yang paradox.

Konflik atau pertentangan, terlebih konflik keagamaan selalu memiliki nilai berita. Dono Darsono dan Enjang Muhaemin (2012 : 30) menegaskan, konflik antara satu pihak dengan pihak lainnya selalu menarik wartawan untuk mengangkat pena, menulis berita. Dalam pandangan Sudibyo (2009 : 54-55), tatkala wartawan menulis berita, posisinya bukan hanya sebagai penjelas, tetapi juga melakukan proses konstruksi peristiwa dan realitas yang dilihat dan diamatinya.

Dalam isu Lucinta Luna ini, oknum oknum netizen tertentu meyakinkan netizen lainnya didalam kolom komentar instagram, maupun hate speech melalui video tiktok / video reels di Instagram dengan mengatasnamakan agama, menyebarkan kebencian dan cemooh lainnya yang bisa dibilang cukup tidak manusiawi. Penulis sebagai netizen, jika boleh menyampaikan pendapat saya, sebagai pribadi individual dan manusia biasa, saya tidak bisa membenarkan perilaku Lucinta Luna sebagai transgender maupun juga menyalahkan, karena saya tidak sama sekali berhubungan dengan beliau. Menurut saya selama Lucinta Luna tidak memberikan contoh buruk seperti penyebaran kebencian dsb, saya rasa, saya tidak punya hak untuk judge Lucinta Luna. Namun, memang, ada saat-saat dimana Lucinta Luna ini sendiri "ribut" dengan sesama influencer yang mana membuat ramai dunia sosial media yang mana itupun keluar dari topic yang saya bicarakan yaitu beliau as transgender. Itupun saya tidak punya hak. Jika memang bisa menyampaikan nasihat, lebih baik langsung ke direct messages instagram, yang saya kurang yakin juga akan dibaca oleh Lucinta Luna.

Saya pun dikelilingi teman-teman yang cukup kuat agamanya dan mereka -- mereka ini menganut ide -- ide agama yang tidak membenarkan perilaku Lucinta Luna, namun selama kepeduliannya tersebut masih bersifat manusiawi dan tidak menjatuhkan saya rasa there's nothing wrong with it(tidak mencemooh, menjatuhkan dan menyebarkan kebencian yang berlebihan dan jauh dari kata manusiawi).

Balik lagi dengan paragraf awal yang saya tuliskan, lingkungan lah yang mempengaruhi seseorang. Tidak mendapatkan edukasi yang cukup bukan berarti orang bisa bersikap intoleran terhadap hal lainnya, karena menghargai keputusan seseorang adalah sesuatu hal kecil yang harus kita lakukan.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dampak negatif kurangnya pemahaman atas keberagaman, yaitu:

Adanya perpecahan bangsa yang terjadi karena konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa karena ekonomi, status sosial, ras, suku, agama, dan kebudayaan.

Memandang masyarakat dan kebudyaan sendiri lebih baik, sehingga menimbulkan sikap merendahkan kebudayaan lain. Sikap ini mendorong konflik antarkelompok

Terjadinya konflik ras, antarsuku, atau agama

Terjadinya kemunduran suatu bangsa dan negara, karena pemerintah sulit membangun kebijakan.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan Menghambat usaha pembangunan dan pemerataan sarana dan prasarana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun