Mohon tunggu...
Nita Rachmawati
Nita Rachmawati Mohon Tunggu... GURU MAN BULELENG

Mendengarkan Podcast Edukatif dan Self -Growth

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendidikan Tak Cukup Sekadar Semangat: Apakah Kita Butuh Pedoman dan Ujian Ulang?

25 September 2025   05:23 Diperbarui: 25 September 2025   05:23 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat Guru dan Siswa serta Pedoman Kurikulum (Sumber: rakyat.news))

Kondisi seperti ini membuat semangat besar dari Siswa dan guru di ujung timur atau pelosok Nusantara terkadang seperti bara yang susah dijangkau angin: muncul dengan semangat, namun cepat meredup tanpa landasan pedoman yang kuat atau evaluasi yang mendalam. Dengan latar ini, pertanyaan "Pendidikan Tak Cukup Sekadar Semangat: Apakah Kita Butuh Pedoman & Ujian Ulang?" menjadi pusat penting: sejauh mana semangat bisa bermakna tanpa aturan dan evaluasi sistematis? Bagaimana regulasi dan refleksi dapat memperkuat proses pembelajaran? Dan bagaimana semua pihak, guru, sekolah, orang tua, kebijakan pusat dapat bersama memperbaiki aspek yang belum optimal agar pendidikan menjadi bermakna dan adil?.

Mind Mapping Tujuan Filsafat Pendidikan
Mind Mapping Tujuan Filsafat Pendidikan

Inspirations, Rules & Reflections: Tiga Nafas Pendidikan yang Tak Boleh Terlewat

Agar pendidikan tidak menjadi sekadar slogan, kita perlu memahami tiga pilar esensial:

  • Inspiratif (Semangat/Visi): Menumbuhkan gairah, mimpi, makna belajar. Tanpa inspirasi, kelas cepat menjadi rutinitas kosong. Filsafat pendidikan juga mengambil inspirasi dari tokoh global. John Dewey, misalnya, menekankan bahwa pendidikan harus berbasis pengalaman. Paulo Freire mengingatkan bahwa pendidikan adalah jalan menuju pembebasan, bukan sekadar penyeragaman.
  • Preskriptif (Pedoman / Struktur): Kurikulum, standar kompetensi, metode, norma ini adalah kerangka agar ruang kelas tidak melanggar arah. Preskriptif juga hadir dalam nilai-nilai yang disepakati. Guru dituntut tidak hanya mengajar dengan benar, tetapi juga menanamkan kejujuran, disiplin, dan rasa tanggung jawab. Siswa tidak hanya diajarkan rumus, tetapi juga dilatih bekerja sama, menghargai perbedaan, dan peduli pada lingkungan
  • Investigatif (Evaluasi / Ujian Ulang / Refleksi): Agar tindakan pendidikan tidak statis. Lewat evaluasi dan refleksi, kita menguji apakah apa yang dijalankan efektif atau perlu disesuaikan. Teori progresivisme, humanisme, dan kritik pendidikan semuanya menyajikan satu pesan: inspirasi memberi nyawa, pedoman memberi kerangka, dan evaluasi menjaga agar sistem terus berkembang.

Semangat Meluap, Tapi Hasil Tak Tertangkap, Di Mana Posisi Pedoman & Evaluasi?

Semangat di sekolah nyata, guru bekerja keras, siswa belajar ekstra, orang tua mendukung. Namun realitas menunjukkan bahwa semangat semata tidak cukup. Banyak guru belum siap menerapkan Kurikulum Merdeka secara menyeluruh: modul ajar belum matang, asesmen tak sesuai konteks, fasilitas terbatas, dan pemahaman pedoman belum seragam.

Studi di sekolah dasar menunjukkan: guru bisa memahami konsep dasar, tetapi menghadapi hambatan saat modul belum kontekstual, fasilitas terbatas, atau dukungan teknis tidak konsisten. Di sekolah di daerah terpencil, keterbatasan internet atau referensi buku memperlambat adaptasi terhadap kebijakan baru. Skor PISA 2022 menjadi sinyal bahwa upaya reformasi belum berhasil menembus akar masalah pendidikan. Di wilayah perbatasan, sekolah sering minim buku, tanpa akses internet, pelatihan guru langka, dan supervisi jauh. Semangat guru tinggi, tetapi sulit diwujudkan jadi praktik nyata.

Optimisme vs Kritik: Apakah Reformasi Sudah Seimbang?

Sebagian pihak optimis bahwa Kurikulum Merdeka dan kebijakan evaluasi seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) memberi ruang bagi kreativitas guru, relevansi lokal, dan penilaian bermakna, menggeser paradigma ujian nasional yang terlalu mengejar hafalan.

Namun kritik muncul: banyak guru, sekolah, dan daerah belum memiliki pedoman operasional kuat, dukungan teknis, dan budaya evaluasi reflektif. Tanpa elemen preskriptif dan investigatif yang kokoh, semangat bisa menjadi wacana kosong. Perbedaan pandangan ini memperkaya diskusi: bagaimana agar kita tak terjebak optimisme manis tanpa tindakan, atau pesimisme yang mematikan semangat perubahan.

Dari Meja Guru ke Meja Rumah: Apa yang Bisa Kita Lakukan Mulai Sekarang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun