Adalah wajar ketika manusia memberikan pemujaan dan permohonan kepada Tuhan melalui upacara-upacara pemberian sesajen semacam ini untuk meminta keselamatan atas kehidupannya.
Konteks masyarakat Lumajang memberikan sesajen tersebut masih erat kaitannya dengan meletusnya Gunung Semeru tempo hari. Memberikan sebuah penghargaan, penghormatan, dan pengharapan kepada Tuhan merupakan bentuk kerendahan hati. Mereka membutuhkan 'Tangan Kuat' yang diharapkan bisa memberikan proteksi terhadap kehidupan mereka.
Hal ini melukiskan sebuah upaya manusia untuk 'menundukkan diri' pada Sang Pencipta, pemilik otoritas tertinggi kehidupan.Â
Memohon keselamatan pada Pemilik Otoritas tertinggi kehidupan tersebut merupakan bentuk kesejatian manusia yang esensinya tidak memiliki kuasa apapun terhadap hidup itu sendiri dan memerlukan campur tangan dari Sang Empunya Hidup secara mutlak.
Kejadian menendang dan membuang sesajen tersebut merupakan perilaku sebaliknya, menurut pendapat saya pribadi. Sebuah perilaku ceroboh, dan kurang mawas diri terhadap sebuah fenomena penghargaan terhadap Tuhan sebagai oknum tertinggi dalam kehidupan.
Di sisi lain, masyarakat di sekitar Gunung Semeru itu juga turut serta aktif dalam merawat alam semesta melalui tradisi-tradisi yang mereka usung.Â
Pendapat bahwa merawat alam yang ditinggali oleh mereka merupakan 'harga mati' sehingga terjadi 'simbiosis mutualisme' antara manusia dan alam.Â
Tentu ini memberikan oase dan sebuah harapan bagi kelangsungan kehidupan mereka, dimana alam merupakan tempat 'bersandar' atas seluruh kehidupan.
Tradisi yang dilakukan masyarakat sekitar Gunung Semeru ini pada dasarnya adalah upaya menghargai, ungkapan syukur, dan memohon perlindungan terhadap Tuhan bagi kehidupan.Â
Bila ada perilaku yang muncul sebaliknya, maka hal ini membawa sebuah kesadaran bagi kita, adalah penting untuk memberi edukasi bagi masyarakat agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, agar kita semakin dapat menghargai alam semesta beserta 'paket-paket isinya' sebagai sebuah tempat yang kepadanya kita menggantungkan hidup.
Kesombongan hanya akan memberikan penyesalan di ujung cerita. Adalah bijak ketika kita juga merendahkan hati dalam menghargai sudut pandang dan perilaku sesama.Â