Sepasang suami istri korban luka pada peristiwa pengeboman tersebut, Patrick Downes dan Jessica Kensky juga menambahkan sebuah pesan dari kekuatan cinta kasih yang memberi kekuatan. Mereka memberi pesan, yang pertama mereka memberi pesan pada pelaku pengeboman bahwa sangat sia-sia menghabiskan waktu merencanakan sebuah kejahatan. Kedua, mereka justru berterima kasih pada pelaku karena kedua pelaku pengeboman menjadikan warga Boston memiliki cinta untuk saling bergandeng tangan melewati ujian besar ini. Mereka  mengatakan, setelah kejadian pengeboman, banyak uluran cinta yang menyelamatkan mereka. Kisah ini mengingatkan kita  #bostonstrong.
Pertanyaan yang mengusik saya di awal artikel ini, menemukan jawabnya.
Untuk dapat memberi cinta kepada sesama, kita harus terlebih dulu memiliki cinta, menerima cinta. Setelah kita menerima cinta dan mengalami kekuatan cinta, baru kita bisa memberikan rasa cinta itu kepada sesama.
Sebuah pertanyaan kembali muncul, bagaimana seorang dapat memberikan cinta yang begitu besar kepada sesama walau mereka mendapat sebuah akibat dari kebencian? Seperti banyak contoh yang saya pernah lihat dalam berita, film dokumenter, dan informasi lainnya.Â
Seperti Paus Yohanes Paulus II yang memberikan pengampunan pada penembaknya. Mother Theresa yang memberikan cinta besar kepada kaum papa dan miskin di India. Atau sejumlah entrepreneur muda yang membagikan diri untuk menolong orang-orang yang memiliki kendala untuk maju semacam, Peter Shearer dengan Wahyoo groupnya, Muhammad Rubby Emir Fahreza, Tety Nurhayati Sianipar dengan Kerjabilitas, Dedhy Trunoyudho dengan Garda Pangan, serta masih banyak lagi yang lain.
Kekuatan besar apa yang membuat mereka bisa memberikan dirinya kalau bukan kekuatan CINTA.
Kehadiran manusia lain di kehidupan kita untuk dikasihi, kehadiran manusia lain dalam kehidupan kita untuk dihargai, semua itu bisa terjadi dengan hadirnya cinta.