Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 - People Choice Kompasiana Awards 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Percayalah, Kolaborasi Bisa Cegah Resesi

19 Agustus 2020   04:43 Diperbarui: 19 Agustus 2020   04:43 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi/ sumber: kompas.com (toto sihono)

Berawal dari pola pikir, sebuah tragedi bisa diubah menjadi berkat.

Bagaimana sebuah pandemi membuat sebuah kehebohan bak badai dengan kekuatan 5 skala Fujita* di dunia ini sepanjang akhir tahun 2019 hingga kini di bulan ke delapan di tahun 2020?

Bisa saja kita ikuti imbas pandemi dengan daya rusaknya. Area-area kehidupan terdampak. Kesehatan sudah pasti terimbas, selanjutnya pendidikan juga demikian, perdagangan kena efeknya juga, pariwisata terlebih lagi.

Krisis kepercayaan kepada pemerintah mulai bermunculan. Ancaman disintegritas bangsa mulai tercium. Muncul kelompok-kelompok pengacau yang memprovokasi, maraknya ujaran kebencian terhadap pemimpin bangsa, hoaks yang memperparah keadaan, yang jika dibiarkan akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Masih ingatkah betapa lamanya kita dijajah oleh Belanda? Ya, lama sekali yaitu 350 tahun alias 3,5 abad. 3,5 abad ditambah dengan 3,5 tahun oleh Jepang. Selama itu kita diperhamba dan terbelenggu. Belanda menjajah dengan menggunakan taktik devide et impera, dan sayangnya hal ini sungguh strategi yang tokcer bin manjur.


Pandemi akan melahirkan bayi resesi, dan hal ini pun setali tiga uang dengan penjajahan modern. Terbelenggu dan diperhamba.

Belajar dari pengalaman, satukan hati dan pikir untuk atasi resesi yang membayang.

Kita Indonesia, Indonesia itu kita. Relakah, jika hal terburuk terjadi menimpa bangsa ini?

Saya yakin sekali jawabannya tentu tidak rela.

Tahun 1998, adalah masa dimana kita pernah mengalami resesi ekonomi yang mengerikan. Tercatat total hutang Indonesia saat itu mencapai 138 miliar dolar AS. Januari 1998 rupiah sempat meluncur di angka 17.000/dolar AS. Tercatat 70% lebih perusahaan di Indonesia mengalami kebangkrutan.

Kondisi-kondisi di atas menjadi sebuah efek domino yang menghantam banyak area di Indonesia. Namun demikian, hal itu berangsur pulih. Nah, pandemi 2020 ini diprediksi akan melahirkan resesi kembali.

Seperti kalimat yang ada di pembuka artikel ini, semua berawal dari mindset. Resesi bisa dilawan deangan kolaborasi. Optimisme dan semangat kebersamaan akan amat penting untuk mengubah keadaan ini.

Kolaborasi harus dilakukan. Seperti kolaborasi yang dilakukan oleh pejuang-pejuang kemerdekaan di masa silam.

Kolaborasi yang dilakukan adalah kolaborasi dalam pembangunan ekonomi, pangan, kesehatan, dan area-area lain, sehingga denyut nadi kehidupan akan kembali terpompa.

Topang UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)

Usaha Mikro Kecil Menengah ini adalah sebuah usaha ekonomi yang bisa dilakukan oleh perorangan maupun kelompok (badan usaha), hal ini diatur dalam UU No. 20 tahun 2008.

Masyarakat kecil dan menengah yang memiliki usaha ini bisa ditopang keberadaannya sehingga roda ekonomi masyarakat tetap berputar.

Membeli produk-produk mereka juga menjadi hal baik yang akan membantu lajur pertumbuhan UMKM, dengan demikian laju pertumbuhan ekonomi akan dapat pulih perlahan.

Membeli produk-produk dalam negeri menjadi sebuah kekuatan tersendiri bagi geliat pertumbuhan ekonomi di negara kita ini.

Ketahanan Pangan Masyarakat Dijaga

Ketahanan pangan masyarakat menjadi sesuatu yang berharga di masa pandemi ini. Kekuatan pangan masyarakat harus diupayakan sedemikian rupa agat tidak terjadi paceklik.

Pertanian merupakan hal yang penting. Mengupayakan pertanian terutama yang terkait dengan sumber pangan menjadi fokus penting.

Berkebun di pekarangan rumah menjadi sebuah alternatif bagi tiap keluarga. Budidaya tanaman hidroponik juga baik untuk dilakukan sebagai contoh varian tanaman pangan yang bisa ditanam di unit keluarga terkecil.

Gerakan Warga Masyarakat  Kreatif

Bukan hal yang dirahasiakan lagi jika pada saat pandemi ini, banyak sekali geliat kreatif dari warga. Ada sejumlah besar kalangan masyarakat yang tidak tinggal diam menyikapi pandemi ini. Melakukan upgrade diri soal kompetensi, kemampuan, dan keterampilan merupakan ide baik yang akan menambah “nilai”.

Karya yang dihasilkan pun bisa menjadi sumber penghasilan baru dan hal ini bisa menopang perekonomian, minimal dalam lini keluarga.

Keterampilan memasak, keterampilan dalam menjahit, keterampilan dalam membuat karya-karya seni yang kemudian bisa dijadikan produk yang memiliki nilai jual tinggi.

Bukan hanya itu, geliat konten kreator pun semakin melonjak. Dari mulai menulis hingga mengunggah video menjadi sebuah karya yang tumbuh dengan pesat saat pandemi ini.

Bersatu dan Bersinergi

Nampak klise, tapi ini penting. Saat ini musuh kita bersama adalah pandemi. Kompetisi untuk meraih kepentingan pribadi rasanya kurang relevan untuk dilanjutkan pada saat ini.

Sinergi dan kolaborasi sangat penting untuk hindari kondisi kolaps bahkan resesi.

Segala isu yang memecah belah hendaknya disikapi dengan bijak. Bersama seharusnya kita hadapi masalah-masalah yang ditimbulkan dari pandemi yang dirasakan oleh hampir di  seluruh negara di belahan bumi ini.

Menguatkan persatuan secara batin (karena masih ada pembatasan fisik dan sosial) sangat penting, karena lebih mudah untuk mengentaskan masalah ini bersama.

Semangat persatuan kita harus menjadi sebuah dasar bagi kita untuk berkolaborasi dan keluar dari resesi.

Pemerintah dan masyarakat harus bisa menjadi mitra yang saling bergandengan tangan.  Masyarakat harus menyadari arti otoritas dan taat, demikian pula pemerintah harus menjadi penopang yang membantu masyarakatnya untuk bisa bersama keluar dari resesi ini.

Kebijakan pemerintah diharapkan menjadi sandaran bagi masyarakatnya, demikian juga masyarakatnya, bisa selaras dengan kebijakan pemerintah. Kritik membangun dari masyarakat dengan cara yang santun, diperlukan.

Peran pemerintah sebagai abdi masyarakat diperlukan, sebaliknya dukungan masyarakat bisa menjadi kekuatan yang menolong bagi pemulihan kondisi. Semua harus memiliki kesadaran untuk sama-sama maju. 

Menyingkirkan ego kelompok atau golongan menjadi hal mutlak.

Niscaya kolaborasi akan menjadi obat bagi resesi.

Indonesia, bersama kita bisa.

Catatan :

*Skala Fujita : Skala yag diperkenalkan oleh Ted Fujita di tahun 1971. Skala Fujita adalah skala yang digunakan untuk menilai intensitas angin. Skala ini dimulai dengan F0 – F5, dengan derajat keparahan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh angin tersebut. F0, derajat kerusakan yang paling ringan yang ditimbulkan oleh angin. F1, derajat kerusakan lebih tinggi diatas F0, dan seterusnya hingga F5 merupakan derajat kerusakan tertinggi.

Referensi :

1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun