Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Lalat-lalat Menjijikkan

13 Mei 2015   23:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:04 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa terasa, hari demi hari aku semakin tinggi, mungkin dalam hitungan tahun aku bisa mengalahkan tingginya gedung pencakar langit. Hah... tapi itu sangat tidak mungkin, karena tak ada pondasi kuat di bawahku. Selain itu mungkin orang-orang akan mati bila tinggiku mencapai itu, bisa karena tertimbun atau hanya karena bauku. Temanku hanya lalat-lalat yang menjijikkan. Sedihnya lagi, mereka tak pernah benar-benar mau menjadi temanku, ataupun sahabatku, apalagi kekasihku. Ketika perutnya terasa kenyang mereka pergi begitu saja. Benarkah memang ini nasibku, yang akan terus menjalani hidup dengan begini saja, menunggu dan hanya menunggu. Ketika ada lalat lain yang datang, aku merasa senang karena mungkin inilah teman yang sebenarnya. Namun, lagi-lagi mereka pergi ketika hajatnya telah tertunaikan. Aku masih mencoba untuk sabar.

Namun tetap saja dalam hatiku masih menyimpan sakit hati pada lalat-lalat itu, mereka datang kala mereka butuh, dan pergi saat semuanya telah cukup baginya. Semakin busuk bauku, semakin banyak lalat yang datang. Dan itu semakin menusuk hatiku.

Hingga akhirnya penantianku berbuah manis, ketika seorang pemulung menghampiriku. Dia dengan hati-hati dan sabar memilah dan memilih apa yang ada dalam diriku. Akhirnya ia membawaku, yang katanya masih bisa didaur ulang. Oh.....rasanya, tak bisa terkatakan. Mungkin inilah yang dikatakan banyak orang, pucuk dicinta ulam tiba. Ternyata memang skenario hidup tak mesti sesuai dengan apa yang kita inginkan dan ketahui sebelumnya. Sampah sepertiku ternyata ditakdirkan “bukan” untuk seekor lalat yang “hanya” kepincut dengan bauku, lebih dari itu, aku masih bisa menjadi barang yang berharga di tangan seorang “pemulung” yang tepat.

Paling tidak aku masih bisa berguna setelah merasakan “mati” dalam tumpukan yang menggunung. Dan “kebangkitan” ini sudah seharusnya menjadikanku lebih baik. Semoga.

Shadow of The Great Learner, Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun