Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Corona Menyadarkan Abadinya Sekolah Karakter dari Bunda

6 Desember 2020   21:55 Diperbarui: 7 Desember 2020   03:21 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan karakter dimulai Bunda dari anak masih balita hingga sepanjang hayatnya (Dokumentasi pribadi)

Seorang anak dapat menuntut ilmu ke seluruh dunia hingga meraih gelar pendidikan tertinggi.  Gurunya pun termasuk para profesor terbaik di mancanegara.  Meskipun begitu, seorang ibu adalah guru dan sekolah pertama bagi para anaknya yang telah sukses dan sejahtera.

Kutipan bijaksana dari dosen saya tersebut terus melekat di benak saya hingga kini.  Sudah lazim, banyak anak yang tingkat pendidikannya (jauh) di atas orang tua mereka.  Para orang tua bahkan acapkali tak lulus sekolah dasar.  Namun, buah hati mereka bertitel hingga doktor (S3).

Setelah berprofesi sebagai akademisi di kampus, saya semakin menyadari arti pentingnya pendidikan karakter oleh orang tua.  Seorang ibu terutama memegang peranan penting dan strategis dalam menanamkan nilai moral kepada buah hatinya dalam pengasuhan sehari-hari.

Saat menjumpai mahasiswa berprestasi ataupun bermasalah (nilai kuliah maupun perilakunya), berulangkali akarnya bermula pada pola asuh di rumah.  Para ibu yang peduli berujung pada mahasiswa yang tak hanya cerdas otaknya, namun juga mulia tingkah lakunya.

Hal tersebut selalu membuat saya teringat ajaran Ibu sejak masa saya mulai bisa mengingat (usia TK).  Contohnya, kebiasaan baik dengan (selalu) menghabiskan makanan yang telah diambil di piring.  Kalau tak selera, ambil sedikit saja atau lebih baik tak mengambilnya.

Ajaran Ibu itu sekilas terlihat sederhana.  Toh, kita mampu membelinya ini dengan uang pribadi.  Namun, tujuan Ibu mendidik saya dan ketiga adik untuk tak boros soal makanan yaitu agar kami menghargai jerih payah petani sekaligus berempati kepada orang yang kekurangan.

Selain tak mubazir tentang makanan, Ibu juga rutin mengingatkan untuk teratur mengonsumsi sayur dan buah setiap hari.  “Buah dan sayur itu kaya serat, vitamin, dan mineral untuk kekebalan tubuh.  Jadi kita enggak gampang sakit meskipun kecapean,” ujar beliau yakin.

Setelah dunia dihantam COVID-19 sejak Maret 2020 lalu, saya kembali tersadar, tak sedikit ajaran dari Ibu yang (sangat) relevan manfaatnya. Pesan dari Ibu tak hanya seputar makanan, namun banyak pula yang berkaitan erat dengan kualitas karakter kita dalam menghadapi krisis.  

Pendidikan karakter dimulai Bunda dari anak masih balita hingga sepanjang hayatnya (Dokumentasi pribadi)
Pendidikan karakter dimulai Bunda dari anak masih balita hingga sepanjang hayatnya (Dokumentasi pribadi)
Olah Hati (Etika) dengan Peduli Korban Pandemi

Kita pasti pernah mendengar kalimat seperti ini, “Dia sih memang keren/kaya/tampan/cantik.  Tapi sayang, karakternya buruk.”  Istilah karakter berakar dari bahasa Yunani kuno, ‘charassein’ yang berarti “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan.”   

Menurut Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, karakter (watak) mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku seseorang serta menjadi ciri khas individu.  Karakter seseorang terbentuk dari perkembangan dasar (nature) yang kemudian dipengaruhi pendidikan (nurture).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun