Mohon tunggu...
Khumairotun Nisa
Khumairotun Nisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Current student in University of Jember

Faculty of engineering, Urban and Regional Planning

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Produksi dan Pemasaran Kopi, Kabupaten Jember

12 April 2021   10:22 Diperbarui: 12 April 2021   10:40 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kopi adalah tanaman keras yang keberadaannya sudah lama sejak pemerintahan Hindia Belanda berkuasa di Indonesia. Sebagai salah satu tanaman keras kopi mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi baik untuk memenuhi pasar luar negeri maupun luar negeri. Perkebunan kopi diusahakan oleh Perusahaan Pemerintah sebagai warisan Pemerintah Hindia Belanda maupun Perusahaan Swasta disamping Kopi rakyat yang luas lahannya jauh lebih luas disbanding Perusahaan Negara atau PTPN maupun Perusahaan Swasta.

Mayoritas perkebunan kopi di Indonesia dikembangkan oleh rakyat. Produksi kopi di perkebunan rakyat selama ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara tetangaa seperti Vietnam. Produksi kopi di Vietnam sudah mencapai 2 ton per hektar. Produktivitas kopi kebun rakyat di Indonesia rata-rata hanya menghasilkan sekitar 600 kg per hektar. Di sisi lain, permintaan kopi terus meningkat. Kalangan industri kopi dalam negeri banyak mengimpor bahan baku kopi dari Vietnam.

Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, Kecamatan Silo menjadi daerah dengan luasan areal perkebunan kopi terbesar di Jember. Luasannya mencapai 40 persen dari total seluruh areal kopi di Jember. Total areal tanaman kopi di Silo pada 2019 mencapai 2.133 ha. Sementara, untuk Kabupaten Jember secara keseluruhan tercatat sebesar 6.629,08 ha. Bahkan, luasan tanaman kopi di Jember pada 2019 naik dua kali lipat dibandingkan 2018, yang hanya berada di luasan 3.149,53 ha.

Silo memang daerah paling luas untuk tanaman kopi. Namun, produktivitas masih tidak sebanding dengan luasnya. Menurut data BPS, Jember Dalam Angka 2020, pada 2019 produksi kopi tertinggi justru dipegang oleh Kecamatan Sukorambi dengan total 1.790 ton dari luasan areal tanaman kopi yang hanya 215 ha saja. Sementara, total produksi kopi di Jember juga meningkat drastis. Pada 2018 tercatat 1,3 juta ton, sementara pada 2019 meningkat tiga kali lipat menjadi 4.9 juta ton.

Meskipun petani kopi menguasai lahan yang cukup luas namun kehidupan petani kopi dari tahun ke tahun tidak menunjukkan pekembangan yang cukup berarti. Hal ini dikarenakan petani kopi rakyat tidak memiliki informasi pasar yang memadai sehingga posisi tawar petani kopi rakyat sangat rendah karena keterbatasan informasi pasar. Untuk itu diperlukan rekayasa jaringan pemasaran untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh petani kopi saat ini. Standar kualitas seringkali menjadi kriteria untuk menentukan harga kopi sementara itu petani tidak paham tentang standard kualitas. Kurang pahamnya standard kualitas ini maka seringkali dipermainkan oleh pedagang dan tengkulak. Sementara itu petani kopi ingin segera mendapatkan hasil saat panen kopi tiba.

Posisi pemerintah dalam hal ini dinas pertanian dan perkebunan sangat strategis untuk membina dan mengatur tataniaga kopi rakyat. Untuk itu diperlukan peraturan daerah tentang kopi rakyat, agar tidak ada kesenjangan harga ditingkat eksportir dengann petani kopi rakyat. Campur tangan pemerintah dalam hal tataniaga kopi rakyat sangat diperlukan oleh para petani kopi rakyat terutama dalam hal penyediaan informasi pasar sehingga petani kopi rakyat mengetahui kualitas produk yang diinginkan dalam kuantitas dan kualitas produk, sehingga harga pasar dapat diramalkan atau paling tidak harga kopi tidak jauh dari harapan.


Pasar kopi secara keseluruhan bermuara pada pabrikan, pengusaha, dan eksportir tertentu sebagai pembeli akhir sesuai tingkatannya. Belum adanya informasi yang menjamin terhadap kontinuitas permintaan dan penawaran.

Sistem perdagangan dalam negeri yang menganut sistem pasar bebas (free market) melalui berbagai saluran pemasaran (marketing channels) dewasa ini kurang menguntungkan bagi petani kopi. Sistem perdagangan kopi di dalam negeri tidak dapat dibatasi oleh wilayah administratif sehingga menyebabkan terjadinya migrasi berbagai jenis kopi antar daerah, kabupaten maupun propinsi. Kondisi demikian dapat menyebabkan penurunan kualitas dan harga kopi di suatu wilayah tertentu.

Jember sebagai kabupaten penghasil kopi yang cukup besar ternyata bertolak belakang dengan pendapatan petani yang tidak besar. Kebanyakan petani kopi Jember hanya sebagai price taker (penerima harga). Ini disebabkan bergainning position (posisi tawar) mereka masih rendah sehingga keuntungan yang mereka peroleh belum optimal. Posisi tawar yang rendah juga disebabkan jaringan pemasaran kopi di Jember masih terdapat rantai pemasaran yang panjang. Ada 3 rantai jaringan pemasaran yang terjadi.

  • Petani -- Konsumen

Dalam saluran pertama hanya terjadi interaksi langsung antara petani dengan konsumen. Hal ini dilakukan petani kopi yang menjual Kopi Robusta di warungnya. Kopi Robusta tersebut bukan dalam bentuk biji melainkan dalam bentuk bubuk. Kopi bubuk ini hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar warungnya. Bahan dasar kopi bubuk tersebut tidak berasal dari biji Kopi Robusta kualitas nomor wahid tetapi dibuatnya dari biji Kopi Robusta yang tidak memenuhi syarat ekspor.

  • Petani -- Tengkulak -- Pengumpul -- Pengumpul Besar -- Konsumen

Tengkulak, pengumpul, dan pengumpul besar telah berperan dalam saluran pemasaran kedua. Pengumpul di Jember dibagi menjadi dua, yaitu pengumpul kecamatan dan pengumpul kabupaten. Untuk pengumpul besar masyarakat sering menyebutnya dengan tokek. Tokek umumnya perusahaan besar eksportir kopi yang berada di Kota Jember. Saluran kedua ini merupakan saluran yang sangat tidak menguntungkan bagi petani karena petani akan memperoleh harga yang sangat rendah, jauh dibawah harga pasar.

  • Petani -- Pengumpul -- Pengumpul Besar -- Konsumen

Saluran pemasaran ketiga dipakai oleh petani yang tidak membutuhkan uang cash untuk memenuhi kebutuhan mendesaknya. Sehingga mereka tidak memakai jasa tengkulak. Petani umumnya memerlukan pupuk untuk tanaman kopinya. Disinilah peran pengumpul dibutuhkan. Kebanyakan pengumpul menawarkan jasa peminjaman pupuk. Untuk memperoleh pinjaman pupuk, petani harus setuju dengan syarat yang telah ditetapkan. Syaratnya, jika musim panen tiba petani harus menjual biji kopinya ke pengumpul yang memberi pinjaman pupuk. Berbeda dengan tengkulak, harga beli pengumpul disesuaikan dengan harga yang sedang berlaku di tingkat pengumpul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun