Aku pun berjalan menuju tempat Renungan. Ya, itu sebutan yang ku berikan. Sekitar 10 meter dari villaku, Renungan di bawah pohon rindang dan di atas batu besar. Di sanalah aku merenungi segala renungan yang membawaku, untuk merenung.
"Hati-hati, Non!" Pak Amir membantuku mendekati batu besar.
"Ya, terima kasih, Pak." Ku berikan senyuman untuk Pak Amir.
Batu itu selalu rela menahan berat bebanku. Hingga tubuhku, terpaku di batu itu. Bagiku, dia sangat empuk untuk seseorang yang tak tahu kebahagian dan anugerah, seperti ku.
Sunyi. Untuk sekian kalinya, aku merasa nyaman dikesunyian. Damai, tenang, sejuk dan....
"Non...." Pak Amir menghampiriku.
"Gapapa, Pak, aku baik-baik aja."
"Oww...," respon dari Pak Amir.
Aku merasakannya, mengalir di pipiku. Aku mencintai berlian putih ini, dia selalu mengerti isi hatiku. Dia mengusap pipiku, membasahi dengan kesejukan. Aku mencintaimu. Kau, ya, kau berlianku.
Sekarang, bayu menghampiriku. Dia mengamuk, karena aku melupakannya. Maaf, aku terlalu bahagia bisa bertemu dengan berlianku. Tapi percayalah, aku selalu bersamamu. Kamu tahu, aku masih bernafas sampai sekarang. Jadi, redamlah amarahmu. Kamu terlalu lembut, aku tidak akan cocok jika mengamuk. Lebih baik, kamu berjalan santai dan selaku tersenyum.
Tiba-tiba, pohon gagah menggugurkan daunnya. Dia seperti tertawa. Aku mendengarnya, dia mengatakan sesuatu. Entah itu sebuah nasehat, atau hanya ejekan.