PengarangProf. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H., Dr. Wiwie Haryani, S.H., M.H.
PenerbitKencana, 2014.
ISBN6029413112, 9786029413113.
Tebal356 halaman.
Review Buku
Persoalan Peradilan di Indonesia sangatlah menarik untuk di bahas. Seperti buku "Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan" karya Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H. dan Dr. Wiwie Haryani, S.H., M.H. yakni sebuah karya yang mendalam mengenai sosiologi hukum dimana konteksnya pada pengadilan beserta cara-cara dan konsep dalam setiap penyelesaian sengketa. Di dalam buku ini penulis memperkenalkan berbagai aliran pemikiran hukum seperti hukum alam, positivisme sejarah, sosiologi, antropologi, marxisme, realisme Amerika, dan realisme Skandinavia. Salah satu fokus utama buku ini adalah dua aliran besar dalam sosiologi hukum, yaitu Positivisme dan Realisme Amerika, dengan penekanan khusus pada Realisme Amerika. Buku ini juga menyoroti pentingnya memahami hubungan antara hukum, pengadilan, dan struktur sosial dalam konteks penyelesaian sengketa.Â
Buku ini memiliki sembilan BAB, pada BAB pertama menjelaskan bahwa terdapat tiga pendekatan ilmu hukum yaitu: ius constitundum (filsafat hukum), ius constitutum (hukum positif), dan ius operatum (sosiologi hukum dan kajian empiris lain). Bahwa seorang filosofis memandang hukum sebagai sesuatu yang seharusnya ada, sedangkan kalangan sosiologis memandang hukum sebagai apa yang bekerja di dalam kenyataan masyarakat. Kedua pendapat tersebut di bantah oleh kalangan positivis karena mereka lebih memandang hukum seperti apa yang ada di dalam perundang-undangan. Sosiologi hukum mencoba untuk memperlakukan sistem hukum dari sudut pandang ilmu sosial yang pada dasarnya, sosiologi hukum ini berpendapat bahwa hukum hanya salah satu dari banyak sistem sosial, yang justru sistem-sistem sosial lain yang terdapat dalam masyarakatlah yang memberi arti dan pengaruh lebih terhadap hukum.
BAB kedua buku ini menjelaskan cara-cara dalam penyelesaian sengketa di dalam pengadilan. Pertama yaitu penyelesaian cara litigasi atau pranata pengadilan, kelemahan cara penyelesaian litigasi ini yaitu masyarakat terlalu cepat dalam mengajukan gugatannya bahkan di Amerika masyarakatnya digelari sebagai masyarakat yang litigatif bahkan pada konflik yang remeh sekalipun, mereka akan membawanya ke pengadilan. Hal ini jelas tidak efisien di pengadilan karena biaya hukum yang tinggi, proses perkara yang lama, perasaan frustasi akibat sistem oleh para praktisi pengadilan yang menggunakan istilah hukum yang tidak dipahami oleh orang awam. Akan tetapi terdapat cara-cara persengketaan lain atau penyelesaian non-litigasi (di luar pegadilan) yang digunakan seperti mediasi, arbitase, dan konsiliasi. Kedua yaitu penyelesaian cara negoisasi yang dikemukakan oleh Profesor Garry Goodpaster "Negoisasi merupakan proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam, dapat lembut dan bernuansa, sebagaimana manusia itu sendiri".
BAB ketiga buku ini membahas mengenai hubungan antara hukum dan pengadilan serta peran pengadilan dalam sistem hukum. BAB ini menjelaskan mengenai bagaimana pengadilan ini berfungsi sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan memberikan keadilan kepada masyarakat. Penjelasan mengenai aliran pemikiran hukum ini realisme Amerika Serikatlah yang memiliki porsi perhatian yang sangat besar terhadap eksistensi pengadilan dan hakim. Legal positivisme atau aliran positivisme memandang bahwa hakim tidak boleh berbuat selain menerapkan undang-undnag secara tegas.Â
BAB keempat buku ini, penulis menjelaskan mengenai pengeadilan dan fungsi penyelesaian konflik. Mengajak pembaca untuk melihat pengadilan dari perspektif yang lebih dinamis dan kontekstual. Pengadilan dipahami sebagai arena dimana hukum, nilai sosial, dan budaya berinteraksi, sehingga proses penyelesaian konflik di dalamnya mengandung nuansa negosiasi dan mediasi yang kompleks. Sebagai tambahan, bab ini memberi ruang pada pemikiran kritis tentang reformasi peradilan, yakni bagaimana sistem pengadilan dapat lebih responsif terhadap dinamika konflik sosial masa kini dan memberikan solusi yang tidak hanya bersifat hukuman tetapi juga rekonsiliasi sosial.
BAB kelima penulis menjelaskan mengenai fungsi penyelesaian konflik di pengadilan. Persengketaan hukum ini merupakan salah satu wujud dari konflik pada umumnya, dalam bab ini penulis mengemukakan bahwa tidak semua konflik identik dengan persengketaan hukum, seperti contohnya konflik psikologis.