Mohon tunggu...
Ni Putu Ika Sulistyawati
Ni Putu Ika Sulistyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa

seorang mahasiswa jurusan kimia di undiksha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tri Hita Karana dan Panca Sembah: Dua Nafas Kehidupan Dalam Spiritualitas Hindu Bali

6 Oktober 2025   09:52 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:52 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

      Keterkaitan antara Tri Hita Karana dan Panca Sembah dapat dilihat melalui pendekatan simbolik dan teologis. Panca Sembah tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga refleksi nyata dari prinsip Tri Hita Karana dalam praktik spiritual. Secara filosofis, setiap unsur Tri Hita Karana memiliki padanan makna dalam tahapan Panca Sembah.
1. Parhyangan dan Kesadaran Ketuhanan
      Hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan) merupakan inti dari Panca Sembah. Lima tahapan sembah merepresentasikan perjalanan spiritual manusia dari penyucian diri hingga penyatuan dengan Tuhan. Sembah pertama dan kedua mengajarkan kesadaran akan kesucian diri dan kerendahan hati di hadapan Sang Pencipta, sejalan dengan prinsip bhakti marga---jalan pengabdian dalam Hindu. Melalui proses sembah, manusia memperkuat hubungannya dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang menjadi pilar utama Tri Hita Karana.
2. Pawongan dan Nilai Kebersamaan
      Dimensi pawongan dalam Tri Hita Karana menekankan pentingnya hubungan harmonis antarumat manusia. Dalam konteks Panca Sembah, nilai ini terwujud dalam sikap rendah hati, tenggang rasa, dan toleransi yang tercermin saat umat bersembahyang bersama di pura atau tempat suci lainnya. Proses persembahyangan bersama membangun rasa kebersamaan (solidaritas spiritual) yang memperkuat ikatan sosial masyarakat Bali. Dengan demikian, Panca Sembah bukan hanya komunikasi vertikal dengan Tuhan, tetapi juga horizontal dengan sesama pemeluk agama.
3. Palemahan dan Keterpaduan dengan Alam
      Aspek palemahan menekankan keselarasan antara manusia dan alam. Dalam Panca Sembah, kesadaran ekologis tercermin melalui penggunaan unsur-unsur alami seperti bunga, air suci (tirta), dupa, dan api sebagai simbol penyucian. Masing-masing unsur memiliki makna filosofis sebagai perantara antara manusia dan kekuatan kosmik alam semesta. Penggunaan unsur alam ini menegaskan pandangan Hindu bahwa Tuhan hadir di setiap aspek alam (sarwa prani hitang karana), sehingga menjaga lingkungan merupakan bagian dari pengabdian spiritual.

 Implementasi dalam Kehidupan Spiritual Umat Hindu Bali

Penerapan nilai-nilai Tri Hita Karana dan Panca Sembah dalam kehidupan umat Hindu Bali tampak jelas dalam berbagai aspek kehidupan, baik di tingkat individu maupun sosial.
1. Dalam Kehidupan Pribadi
      Setiap umat Hindu Bali diharapkan melaksanakan sembahyang secara rutin di rumah, pura, maupun tempat suci lainnya. Dalam praktik tersebut, umat tidak hanya melafalkan mantra Panca Sembah secara mekanis, tetapi merenungkan makna di balik setiap tahapan sembah. Misalnya, sembah pertama digunakan untuk menyucikan diri secara lahir dan batin sebelum berhubungan dengan Tuhan. Hal ini memperlihatkan kesadaran spiritual yang mendalam akan pentingnya atma suddhi (penyucian jiwa). Melalui penerapan Tri Hita Karana, umat Hindu juga belajar menyeimbangkan kehidupan rohani dan duniawi. Mereka tidak hanya fokus pada hubungan spiritual, tetapi juga memperhatikan etika sosial dan tanggung jawab ekologis. Dengan demikian, spiritualitas tidak terjebak dalam ritualisme, melainkan menjadi gaya hidup yang utuh dan berkelanjutan.

2. Dalam Kehidupan Sosial dan Adat
      Masyarakat Bali memiliki struktur sosial berbasis adat dan agama yang saling melengkapi. Sistem banjar dan desa pakraman merupakan wujud konkret penerapan pawongan dalam Tri Hita Karana. Setiap kegiatan sosial, termasuk pelaksanaan upacara keagamaan, didasarkan pada gotong royong dan semangat kebersamaan. Upacara seperti odalan, piodalan, dan melasti juga merupakan manifestasi dari Panca Sembah dalam konteks komunal. Ketika umat melakukan sembah bersama, tercipta energi kolektif yang memperkuat rasa persaudaraan dan kedamaian. Hal ini mempertegas bahwa spiritualitas Hindu Bali tidak bersifat individualistik, melainkan komunal dan ekologis.
3. Dalam Kehidupan Ekologis dan Lingkungan
      Salah satu kekhasan spiritualitas Bali adalah pandangan holistik terhadap alam. Dalam praktik persembahyangan, umat Hindu Bali mempersembahkan bunga, buah, dan air yang berasal dari alam sebagai simbol rasa terima kasih kepada alam semesta. Tindakan ini mencerminkan nilai palemahan dalam Tri Hita Karana. Konsep subak, sistem irigasi tradisional Bali juga merupakan pengejawantahan Tri Hita Karana. Petani bekerja secara kolektif berdasarkan nilai spiritual dan sosial yang selaras dengan alam. Sebelum menanam padi, mereka melakukan upacara mecaru atau nunas tirta sebagai bentuk Panca Sembah kepada Dewi Sri, dewi kesuburan. Ini menegaskan bahwa hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan agraris Bali.

Relevansi Nilai-Nilai Tri Hita Karana dan Panca Sembah di Era Modern

      Perkembangan globalisasi dan modernisasi membawa tantangan baru bagi masyarakat Bali. Arus pariwisata, industrialisasi, dan gaya hidup konsumtif dapat mengikis nilai-nilai spiritual yang selama ini menjadi fondasi kebudayaan Bali. Dalam konteks ini, ajaran Tri Hita Karana dan praktik Panca Sembah memiliki peran penting sebagai panduan moral dan spiritual untuk menjaga keseimbangan hidup.
1. Reaktualisasi Spiritualitas dalam Kehidupan Modern
      Tri Hita Karana dapat dijadikan dasar etika universal dalam menghadapi perubahan sosial dan lingkungan. Hubungan harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam harus terus dijaga melalui pendidikan spiritual, pelestarian budaya, dan praktik keagamaan yang berkesinambungan. Panca Sembah menjadi sarana meditatif untuk memperkuat kesadaran diri di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan materialistik.
2. Pendidikan dan Pembentukan Karakter
      Nilai-nilai Tri Hita Karana dan Panca Sembah perlu diintegrasikan dalam sistem pendidikan, baik formal maupun nonformal. Dengan demikian, generasi muda Bali dapat memahami makna spiritual ajaran leluhur mereka. Melalui praktik sembahyang dan kegiatan sosial berbasis Tri Hita Karana, anak-anak belajar disiplin, hormat, dan tanggung jawab terhadap sesama dan lingkungan.
3. Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Tri Hita Karana
      Konsep Tri Hita Karana juga telah dijadikan pedoman dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Bali. Banyak hotel dan desa wisata yang menerapkan prinsip ini dengan menjaga keseimbangan antara keuntungan ekonomi, pelestarian budaya, dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, nilai-nilai spiritual Hindu tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga solusi praktis bagi pembangunan yang beretika dan berkelanjutan.

PENUTUP

      Tri Hita Karana dan Panca Sembah merupakan dua aspek fundamental dalam spiritualitas Hindu Bali yang saling melengkapi. Tri Hita Karana memberikan dasar filosofis bagi terciptanya harmoni hidup, sementara Panca Sembah menjadi wujud nyata pelaksanaannya dalam kehidupan spiritual umat. Melalui praktik Panca Sembah, nilai-nilai Tri Hita Karana tidak hanya dihayati, tetapi juga diinternalisasi dalam tindakan sehari-hari.

      Keterpaduan antara keduanya menciptakan keseimbangan spiritual yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat Bali. Di tengah arus modernisasi, ajaran ini tetap relevan sebagai pedoman hidup yang menuntun manusia untuk hidup selaras dengan Tuhan, sesama, dan alam. Dengan demikian, Tri Hita Karana dan Panca Sembah bukan sekadar tradisi, melainkan nafas kehidupan yang menjaga keutuhan spiritual umat Hindu Bali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun